Translate

Jumat, 01 Mei 2015

PROBLEM SOLVING

PROBLEM SOLVING

Problem solving (pemecahan masalah) adalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan, sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah yang kita cari penyelesaiannya. Menurut Abdurrahman (2003:254) bahwa pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan dalam suatu situasi yang berbeda.
Menurut Hudojo (1979:161) pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak akan segera dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi. Selanjutnya menurut S. Nasution (1988:170) pemecahan masalah adalah proses menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi menghasilkan pelajaran yang baru”.
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pembelajaran untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang menekankan konsep keterampilan berfikir serta mengaplikasikan berbagai aturan dan kombinasi konsep dalam suatu situasi atau masalah.
2.1 Masalah Dalam Matematika
Masalah adalah suatu situasi (dapat berupa pertanyaan atau isue) yang didasari dan memerlukan suatu tindakan pemecahan, serta tidak segera tersedia suatu cara untuk mengatasi situasi itu. Bell (dalam Sinaga, 1999:38) memberikan defenisi masalah sebagai berikut:
a situation is a problem for a person if he or she aware of its existence, recognize that it requires action, wants or need to act and does so, and is not immeditelly able to resolve the problem
Dari defenisi diatas, ciri-ciri suatu situasi yang dapat dinyatakan sebagai masalah adalah situasi itu disadari, ada kemauan dan merasa perlu dilakukan tindakan untuk mengatasinya, serta tidak segera ditemukan cara mengatasi situasi tersebut. Resnick dan Glaser (dalam Bell Gredler, 1991:257), mendefenisikan masalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang diminta melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya, dan untuk itu instruksi yang diperoleh tidak ada yang khusus dan lengkap tentang bagaimana cara memecahkannya. Dengan kata lain tugas itu merupakan masalah baru, meskipun proses-proses ataupun pengetahuan yang sudah ada padanya bisa saja digunakan memecahkan masalah tersebut.
Menurut Hudojo (1979) bahwa: “masalah terbagi menjadi dua, yaitu masalah menemukan dan masalah membuktikan”. Masalah menemukan dapat berupa teori atau praktek, abstrak atau konkrit, sedangkan membuktikan terkait dengan masalah menunjukkan suatu pertanyaan benar atau salah. Sedangkan Sujono (2005) berpendapat bahwa: “suatu masalah menimbulkan suatu situasi, dimana seseorang menginginkan sesuatu tercapai belum tahu bagaimana mendapatkannya’. Artinya masalah berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan sesuatu sebagai tujuan. Jadi masalah dalam matematika adalah bagaimana usaha untuk mendapatkan sesuatu untuk ditemukan atau dibuktikan dalam hal matematika.   
Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon siswa (Krismanto, 2003: 5). Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa.
Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong siswa untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang siswa dan siswa tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan suatu masalah. Suatu soal dikatakan suatu “masalah”, merupakan hal yang sangat relatif.
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut:
1.           Pertanyaan  yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya
2.           Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensional.
Dalam pengajaran matematika, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa biasanya disebut soal. Dengan demikian, soal-soal akan dibedakan menjadi dua bagian berikut:
1.           Soal rutin
Latihan yang diberikan pada waktu belajar matematika adalah bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan.
Contoh:
Seorang pedagang jeruk membeli 10 kg jeruk dengan harga Rp.80.000,.kemudian dijual kembali dengan harga Rp.11000 / kg. Berapakah keuntungan pedagang......
2.           Soal non rutin
Masalah tidak seperti halnya latihan tadi, menghendaki siswa menggunakan sintesis dan analisis. Untuk menyelesaikan masalah, siswa tersebut harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan, keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini menggunakannya pada suatu situasi baru.


Contoh:
Seorang pedagang jeruk pada minggu pertama mampu menjual ½ dagangannya,dan di minggu kedua 1/3 dari sisa minggu pertama tidak habis terjual.jika harga jeruk Rp 11000, dan harga penjualan di minggu kedua adalah Rp.55000, maka berapa seluruh mangga yang terjual......
2.2 Teori Yang Melandasi Pembelajaran Problem Solving
Teori kontstruktivistik menganggap bahwa belajar bukan hanya sekedar mengahafal akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan buknlah hasil dari pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan oleh setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akn menjadi pengetahuan yang bermakna. Teori ini mengilhami terbentuknya beberapa pendekatan pembelajaran yang akn menghasilkan pengetahuan yang bermakna yang tidak akan mudah dilupakan.
Pembelajaran problem solving di dasari oleh teori belajar konstruktivistik. Teori ini dikembangkan oleh Piaget, teori konstruktivistik muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan teori behavioristik. Karena dengan pembelajaran behavioristik, bisa jadi siswa mampu mengerjakan tindakan tertentu namun tidak memahami apa yang sesungguhnya ia lakukan. Siswa jadi pandai membuat kalkulasi dan berpikir matematis tanpa memahami letak nilai-nilai yang perlu dikembangkan. Siswa bisa memperbanyak tabel tanpa memahami cara-cara bagaimana sebuah tabel disusun. Siswa bisa melakukan eksperimen dalam bidang kimia. Lalu menuliskan dalam bentuk laporan namun tidak memahami dasar-dasar ilmiah yang mendasarinya.
Kontruktivisme dalam hal ini mengembangkan pembelajaran yang berbasis kepada pemahaman siswa (student understanding). Kalau ingin memahami apa yang sudah diketahui siswa dan dapat memonitor perkembangan prestasi pembelajaran dan pengetahuan siswa maka faktor pemahaman siswa harus menjadi fokus pemahaman guru. Tugas guru dengan demikian adalah memahami faktor-faktor intrisik yang ada pada diri siswa. Dengan demikian menciptakan situasi pembelajaran yang menarik dan kondusif, bukan semata tugas guru.
Tim MKPBM (2001: 70-71) menyatakan bahwa: “Dalam kelas kontruktivis seorang guru tidak mengajarkan anak bagaiamana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan”. Maka teori konstruktivistik menekankan pada pemahaman serta memecahkan persoalan dalam konteks permaknaan yang dimiliki siswa. Proses strategis yang dilakukan dimulai dari cara pemikiran deduktif dan digabungkan dengan pemikiran deduktif. Dengan demikian siswa mengetahui prinsip-prinsip yang mendasar dari suatu fakta atau data lapangan yang dijumpai dan diolah melalui proses induktif.
Dengan demikian siswa mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari dari suatu fakta atau data lapangan yang dijumpai yang diolah melalui proses induktif. Problem solving dikembangkan diatas pandangan konstruktivis-kognitif. Teori yang melandasi pendekatan problem solving adalah teori belajar konstruktivistik, dimana kegiatan pembelajaran dimulai dengan mengeksploitasi, bertanya dan memimpin penyelidikan terhadap pertanyaan, isu, masalah atau suatu ide. Yang tercakup didalamnya mengungkapkan pertanyaan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, menyelesaikan masalah, membuat keputusan, memberikan kesimpulan dan mengambil tindakan.
2.3 Ciri-ciri Pembelajaran Problem Solving
Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving.
1.      Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir,
2.      Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3.      Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses  berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2.4 Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Menurut  Hudojo (1979:155) tujuan problem solving, yaitu :
a.       Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian  menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
b.      Potensi intelektual siswa meningkat.
c.       Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.

Penggunaan problem solving diarahkan kedalam tiga kategori yakni mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah, mengajarkan siswa dengan menggunakan pemecahan masalah, serta sistem pembelajaran yang berbasiskan masalah. Ketiga kategori tersebut perbedaannya hanya pada penekanannya. Cara pertama penekanannya pada pemecahan masalah itu sendiri, sedangkan kategori kedua penekanannya ada pada pembelajaran suatu subjek didik melalui pemecahan masalah. Kategori ketiga, proses pembelajaran itu justru dimulai dan berbasiskan pada keterampilan memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dengan masalah-masalah yang utama yang bersifat berkelanjutan.





2.5 Pelaksanaan dan Tahapan Pembelajaran Problem Solving
Dalam pembelajaran matematika, khususnya tentang pembelajaran problem solving, ada empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1.      Memahami masalah
Dalam hal ini harus mampu:
a.   Menuliskan dan memahami apa yang diketahui dalam soal
b.   Menuliskan dan memahami apa yang ditanyakan dalam soal
2.      Merencanakan pemecahan masalah
Dalam hal ini siswa harus mampu membuat suatu perencanaan masalah seperti membuat masalah kedalam model matematika atau mengilustrasikan masalah kedalam bentuk gambar atau skema.
3.      Melaksanakan pemecahan masalah
Dalam hal ini siswa harus mampu:
a.       Mengaitkan, menyusun dan menetapkan konsep dan prinsip yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah berdasarkan model matematika.
b.   Melakukan operasi hitung dengan benar.
c.   Menentukan hasil penelitian.
4.      Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
Ada dua alasan tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kembali hasil yang diperoleh yaitu:
a.       Merupakan praktek yang baik untuk memeriksa pekerjaan dan memastikan untuk tidak membuat kesalahan apapun
b.      Penting untuk memastikan bahwa jawaban yang diperoleh pada dasarnya adalah jawaban yang tepat bagi masalah dan bukan terhadap masalah yang diduga sedang ditanyakan




Tahap memahami masalah
Untuk lebih jelasnya tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan dalam bentuk diagram berikut
-    Apa yang diketahui dari data apa yang diberikan.
-    Bagaimana kondisi soal, dapatkah soal dinyatakan kedalam bentuk persamaan atau hubungan yang lainnya?.
-    Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi berlebihan untuk mencari jawaban atau saling bertentangan?.
-    Buatlah gambar dan tulislah notasi yang cocok
Tahap merencanakan penyelesaian
-    Pernakah sebelumnya kamu menjumpai soal seperti ini, yang sama atau serupa dalam  bentuk lain?.
-    Tahukah kamu soal yang mirip dengan soal ini, dan teori  mana yang dapat digunakan untuk menjawab masalah ini?.
-    Perhatikan apa yang dinyatakan, coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan pertanyaan sama atau serupa. Misalkan ada soal ada yang mirip pernah diselesaikan, dapatkah pengalaman itu digunakan kembali dalam masalah sekarang atau dapatlah hasil dan metode yang lalu digunakan disini?.
-    Apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula?, dapatkah soal yang tadi?, dapatkah kamu menyatakan dalam bentuk yang lain? Dan kembali pada definisi.
-    Andaikan soal yang baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa dan selesaikan, bagaimana bentuk soal tadi,?
Tahap melakukan perhitungan penyelesaian
- Melakukan rencana penyelesaian dan memriksa setiap langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar?
Tahap memeriksa kembali proses dan hasil
-    Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh?.
-    Dapatkah diperiksa bantahannya, dapatkah diselesaqikan dengan cara yang lain?.
-     Dapatklah kamu melihatnya dengan sekilas dan dapatkah hasil itu ataupun cara tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?.
 





























Dari beberapa langkah atau tahapan problem solving yang dikemukakan, pada prisipnya problem solving dilakukan secara teratur, logis, analitis, kritis, kreatif, sistematis atau prosedural dan mutlak menggunakan serta menghubungkan pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya, termasuk penggunaan fakta-fakta (berupa konvensi yang diungkapkan dengan symbol tertentu), konsep-konsep (idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek), operasi (proses pengerjaan perhitungan pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika lainnya), dan prinsip (sekumpulan objek matematika yang kompleks, prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi).
            Dengan demikian, inti dari belajar memecahkan masalah adalah supaya peserta didik terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi peserta didik diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah difikirkannya. Kemudian peserta didik bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu akan mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
2.6 Kriteria Tahapan-tahapan Problem Solving
            Ada empat tahapan pokok dalam memecahkan masalah yang telah diterima luas, dan ini bersumber dari buku George Polya tahun 1945 yang berjudul ‘How to solve it’.  Tahapan-tahapan tersebut memiliki kriteria masing-masing diantaranya adalah sebagai berikut:
a.         Memahami masalah – selengkap mungkin
Untuk dapat tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk memahami
masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama dalam hal: 
1)  apa saja pertanyaannya, dapatkah pertanyaannya disederhanakan,  
2) apa saja data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang   relevan, 
3)  hubungan-hubungan apa dari data-data yang ada. 
b.  Merencanakan pemecahan masalah - memilih rencana penyelesaian dari beberapa alternatif yang mungkin. 
Untuk dapat melakukan tahap 2 dengan baik, maka perlu keterampilan dan
pemahaman tentang berbagai strategi pemecahan masalah.
c.     Menerapkan rencana tadi – dengan tepat cermat dan benar.  
Untuk dapat melakukan tahap 3 dengan baik, maka perlu dilatih mengenai: 
1)  keterampilan berhitung, 
2)  keterampilan memanipulasi aljabar, 
3)  membuat penjelasan (explanation) dan argumentasi (reasoning). 
d.  Memeriksa kembali jawaban – apakah sudah benar, lengkap, jelas dan argumentatif (beralasan). 
Untuk dapat melakukan tahap 4 dengan baik, maka perlu latihan mengenai: 
1). memeriksa penyelesaian/jawaban (mengetes atau mengujicoba jawaban), 
2). memeriksa apakah jawaban yang diperolah masuk akal, 
3). memeriksa pekerjaan, adakah yang perhitungan atau analisis yang salah, 
4). memeriksa pekerjaan, adakah yang kurang lengkap atau kurang jelas.   
Siswa seringkali terjebak pada tahap 3 saja, sering melupakan tahap 4 dan mengabaikan tahap 1 dan tahap 2.

2.7 Beberapa Strategi Pemecahan Masalah
Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya. Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa, diperlukan perencanaan yang matang. Sulit bagi guru untuk dapat memperkenalkan setiap strategi pemecahan masalah dalam waktu yang terbatas. Dan bagi siswa yang sudah belajar strategi tertentu, masih memerlukan waktu untuk memperoleh rasa percaya diri dalam menerapkan strategi yang sudah dipelajarinya.



Menurut Polya dan Pasmep ( dalam Fadjar Shadiq : 2004 : 13 ) beberapa strategi pemecahan masalah antara lain :
1.      Mencoba-coba.
Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah ( trial and error ). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.
2.      Membuat diagram
Strategi ini berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.
3.      Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.
4.      Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan fikiran, sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.
5.      Menemukan pola
Strategi ini berkaitan dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah diperoleh akan lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.



6.      Memecah tujuan
Strategi ini berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.

7.      Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung, sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu alternative yang terabaikan.
8.      Berfikir logis
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
9.      Bergerak dari belakang
dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan, bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan masalahnya.
10.  Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengana apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebaiknya diabaikan.




2.8 Hambatan dan Kesulitan Dalam Problem Solving Matematika
Kesalahan dan hambatan yang sering muncul dalam memecahkan masalah, berikut ini daftar yang disadur dari buku tulisan Arthur Whimbey dan Jack Lochhead tahun 1999 yang berjudul “Problem solving and Comprehension”.
1.      Ketidakcermatan dalam membaca.
a.       Membaca soal tanpa perhatian yang kuat pada makna/pengertiannya.
b.      Mengabaikan satu atau lebih kata yang kurang familiar.
c.       Mengabaikan satu atau lebih fakta atau ide.
d.      Tidak membaca kembali bagian yang sulit.
e.       Memulai menyelesaikan soal sebelum membaca lengkap soal tersebut.
2.      Ketidakcermatan dalam berpikir.
a.       Mengabaikan akurasi (mendahulukan kecepatan).
b.      Mengabaikan kecermatan penggunaan beberapa operasi.
c.       Mengartikan kata atau melakukan operasi secara tidak konsisten.
d.      Tidak memeriksa rumus atau prosedur saat merasa ada yang tidak benar.
e.       Bekerja terlalu cepat.
f.       Mengambil kesimpulan di pertengahan jalan tanpa pemikiran yang matang.
3.      Kelemahan dalam analisis masalah.
a.       Gagal membedah masalah kompleks menjadi bagian-bagian atau gagal menggunakan bagian-bagian masalah untuk memahami masalah secara keseluruhan.
b.      Tidak menggunakan pengetahuan atau konsep utama untuk mencoba memahami ide-ide yang kurang jelas.
c.       Tidak menggunakan kamus atau sumber lainnya saat diperlukan untuk mamahami masalah.
d.      Tidak secara aktif mengkonstruksi ide atau gagasan di atas kertas (bila coret-coretan di atas kertas dapat membantu memahami masalahnya).
4.      Kekuranggigihan.
a.       Tidak percaya diri atau menganggap enteng masalah.
b.      Memilih jawaban berdasarkan intuisi belaka (menggunakan perasaan dalam mencoba menebak jawaban).
c.       Menyelesaikan masalah hanya secara teknis belaka tanpa pemikiran.
d.      Berpikir nalar hanya pada bagian kecil masalah, menyerah, lalu melompat pada kesimpulan.
e.       Menggunakan pendekatan “sekali tembak” dalam menyelesaikan masalah, dan bila tidak berhasil lalu menyerah.

2.9 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Problem Solving
Wijaya (2008) menyatakan bahwa pembelajaran problem solving memiliki keunggulan dan kelemahan dalam proses belajar mengajar. Adapun keunggulan pembelajaran problem solving sebagai berikut:
1.      Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan
2.      Berpikir dan bertindak kreatif
3.      Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.      Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
5.      Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
6.      Meransang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat
7.      Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja
Sedangkan kelemahan pembelajaran problem solving sebagai berikut:
1.      Beberapa pokok bahasan sangat sulit menerapkan pendekatan ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut
2.      Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran lain.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar