PROBLEM SOLVING
Problem
solving (pemecahan masalah) adalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi
manusia. Kenyataan menunjukkan, sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan
dengan masalah-masalah yang kita cari penyelesaiannya. Menurut Abdurrahman
(2003:254) bahwa pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan
keterampilan. Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa konsep dan
keterampilan dalam suatu situasi yang berbeda.
Menurut
Hudojo (1979:161) pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak akan segera dicapai. Karena
itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi.
Selanjutnya menurut S. Nasution (1988:170) pemecahan masalah adalah proses
menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang
digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak
sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi menghasilkan
pelajaran yang baru”.
Dari
uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pembelajaran
untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang menekankan konsep
keterampilan berfikir serta mengaplikasikan berbagai aturan dan kombinasi
konsep dalam suatu situasi atau masalah.
2.1 Masalah Dalam Matematika
Masalah
adalah suatu situasi (dapat berupa pertanyaan atau isue) yang didasari dan
memerlukan suatu tindakan pemecahan, serta tidak segera tersedia suatu cara
untuk mengatasi situasi itu. Bell (dalam Sinaga, 1999:38) memberikan defenisi
masalah sebagai berikut:
“a situation is a problem for a person if he
or she aware of its existence, recognize that it requires action, wants or need
to act and does so, and is not immeditelly able to resolve the problem”
Dari
defenisi diatas, ciri-ciri suatu situasi yang dapat dinyatakan sebagai masalah
adalah situasi itu disadari, ada kemauan dan merasa perlu dilakukan tindakan
untuk mengatasinya, serta tidak segera ditemukan cara mengatasi situasi
tersebut. Resnick dan Glaser (dalam Bell Gredler, 1991:257), mendefenisikan
masalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang diminta melakukan tugasnya yang
tidak diketahui sebelumnya, dan untuk itu instruksi yang diperoleh tidak ada
yang khusus dan lengkap tentang bagaimana cara memecahkannya. Dengan kata lain
tugas itu merupakan masalah baru, meskipun proses-proses ataupun pengetahuan
yang sudah ada padanya bisa saja digunakan memecahkan masalah tersebut.
Menurut
Hudojo (1979) bahwa: “masalah terbagi menjadi dua, yaitu masalah menemukan dan
masalah membuktikan”. Masalah menemukan dapat berupa teori atau praktek,
abstrak atau konkrit, sedangkan membuktikan terkait dengan masalah menunjukkan
suatu pertanyaan benar atau salah. Sedangkan Sujono (2005) berpendapat bahwa:
“suatu masalah menimbulkan suatu situasi, dimana seseorang menginginkan sesuatu
tercapai belum tahu bagaimana mendapatkannya’. Artinya masalah berkaitan dengan
usaha untuk mendapatkan sesuatu sebagai tujuan. Jadi masalah dalam matematika
adalah bagaimana usaha untuk mendapatkan sesuatu untuk ditemukan atau
dibuktikan dalam hal matematika.
Sebagian besar ahli pendidikan
matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab
atau direspon siswa (Krismanto, 2003: 5). Tidak semua pertanyaan merupakan
suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu
menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh
prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa.
Suatu masalah biasanya memuat situasi
yang mendorong siswa untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara
langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah
diberikan kepada seorang siswa dan siswa tersebut langsung mengetahui
cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat
dikatakan suatu masalah. Suatu soal dikatakan suatu “masalah”,
merupakan hal yang sangat relatif.
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa
adalah sebagai berikut:
1.
Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah
dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan
tantangan baginya untuk menjawabnya
2.
Pertanyaan
tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang
sebagai hal yang esensional.
Dalam pengajaran matematika, pertanyaan
yang dihadapkan kepada siswa biasanya disebut soal. Dengan demikian, soal-soal
akan dibedakan menjadi dua bagian berikut:
1.
Soal rutin
Latihan yang diberikan pada waktu
belajar matematika adalah bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi
dari pengertian yang baru saja diajarkan.
Contoh:
Seorang pedagang jeruk membeli 10 kg
jeruk dengan harga Rp.80.000,.kemudian dijual kembali dengan harga Rp.11000 /
kg. Berapakah keuntungan pedagang......
2.
Soal non rutin
Masalah tidak seperti halnya latihan
tadi, menghendaki siswa menggunakan sintesis dan analisis. Untuk menyelesaikan
masalah, siswa tersebut harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan, keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam
hal ini menggunakannya pada suatu situasi baru.
Contoh:
Seorang pedagang jeruk pada minggu
pertama mampu menjual ½ dagangannya,dan di minggu kedua 1/3 dari sisa minggu
pertama tidak habis terjual.jika harga jeruk Rp 11000, dan harga penjualan di
minggu kedua adalah Rp.55000, maka berapa seluruh mangga yang terjual......
2.2 Teori Yang Melandasi Pembelajaran Problem
Solving
Teori
kontstruktivistik menganggap bahwa belajar bukan hanya sekedar mengahafal akan
tetapi hasil dari proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan buknlah hasil dari pemberian dari orang lain seperti guru, akan
tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan oleh setiap individu.
Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akn menjadi pengetahuan yang
bermakna. Teori ini mengilhami terbentuknya beberapa pendekatan pembelajaran
yang akn menghasilkan pengetahuan yang bermakna yang tidak akan mudah
dilupakan.
Pembelajaran
problem solving di dasari oleh teori belajar konstruktivistik. Teori ini
dikembangkan oleh Piaget, teori konstruktivistik muncul sebagai reaksi terhadap
kelemahan teori behavioristik. Karena dengan pembelajaran behavioristik, bisa
jadi siswa mampu mengerjakan tindakan tertentu namun tidak memahami apa yang
sesungguhnya ia lakukan. Siswa jadi pandai membuat kalkulasi dan berpikir
matematis tanpa memahami letak nilai-nilai yang perlu dikembangkan. Siswa bisa
memperbanyak tabel tanpa memahami cara-cara bagaimana sebuah tabel disusun.
Siswa bisa melakukan eksperimen dalam bidang kimia. Lalu menuliskan dalam
bentuk laporan namun tidak memahami dasar-dasar ilmiah yang mendasarinya.
Kontruktivisme
dalam hal ini mengembangkan pembelajaran yang berbasis kepada pemahaman siswa (student understanding). Kalau ingin
memahami apa yang sudah diketahui siswa dan dapat memonitor perkembangan
prestasi pembelajaran dan pengetahuan siswa maka faktor pemahaman siswa harus
menjadi fokus pemahaman guru. Tugas guru dengan demikian adalah memahami faktor-faktor
intrisik yang ada pada diri siswa. Dengan demikian menciptakan situasi
pembelajaran yang menarik dan kondusif, bukan semata tugas guru.
Tim
MKPBM (2001: 70-71) menyatakan bahwa: “Dalam kelas kontruktivis seorang guru
tidak mengajarkan anak bagaiamana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka
sendiri dalam menyelesaikan permasalahan”. Maka teori konstruktivistik
menekankan pada pemahaman serta memecahkan persoalan dalam konteks permaknaan
yang dimiliki siswa. Proses strategis yang dilakukan dimulai dari cara
pemikiran deduktif dan digabungkan dengan pemikiran deduktif. Dengan demikian
siswa mengetahui prinsip-prinsip yang mendasar dari suatu fakta atau data
lapangan yang dijumpai dan diolah melalui proses induktif.
Dengan
demikian siswa mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari dari suatu fakta atau
data lapangan yang dijumpai yang diolah melalui proses induktif. Problem
solving dikembangkan diatas pandangan konstruktivis-kognitif. Teori yang
melandasi pendekatan problem solving adalah teori belajar konstruktivistik,
dimana kegiatan pembelajaran dimulai dengan mengeksploitasi, bertanya dan
memimpin penyelidikan terhadap pertanyaan, isu, masalah atau suatu ide. Yang
tercakup didalamnya mengungkapkan pertanyaan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, menyelesaikan masalah, membuat keputusan, memberikan kesimpulan dan
mengambil tindakan.
2.3 Ciri-ciri Pembelajaran Problem Solving
Terdapat
3 ciri utama dari Problem Solving.
1. Problem
Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi
Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem
Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif
berpikir,
2. Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah
maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses
berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2.4 Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Menurut Hudojo (1979:155) tujuan problem solving,
yaitu :
a.
Siswa
menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali
hasilnya.
b.
Potensi
intelektual siswa meningkat.
c.
Siswa
belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
Penggunaan
problem solving diarahkan kedalam tiga kategori yakni mengajarkan siswa untuk
memecahkan masalah, mengajarkan siswa dengan menggunakan pemecahan masalah,
serta sistem pembelajaran yang berbasiskan masalah. Ketiga kategori tersebut
perbedaannya hanya pada penekanannya. Cara pertama penekanannya pada pemecahan
masalah itu sendiri, sedangkan kategori kedua penekanannya ada pada
pembelajaran suatu subjek didik melalui pemecahan masalah. Kategori ketiga,
proses pembelajaran itu justru dimulai dan berbasiskan pada keterampilan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dengan masalah-masalah yang utama
yang bersifat berkelanjutan.
2.5 Pelaksanaan dan Tahapan Pembelajaran
Problem Solving
Dalam
pembelajaran matematika, khususnya tentang pembelajaran problem solving, ada
empat tahapan
yang harus dilakukan, yaitu:
1. Memahami
masalah
Dalam hal ini harus
mampu:
a. Menuliskan dan memahami apa yang diketahui
dalam soal
b. Menuliskan dan memahami apa yang ditanyakan
dalam soal
2. Merencanakan
pemecahan masalah
Dalam hal ini siswa
harus mampu membuat suatu perencanaan masalah seperti membuat masalah kedalam
model matematika atau mengilustrasikan masalah kedalam bentuk gambar atau
skema.
3. Melaksanakan
pemecahan masalah
Dalam hal ini siswa
harus mampu:
a. Mengaitkan,
menyusun dan menetapkan konsep dan prinsip yang telah dipelajari untuk
menyelesaikan masalah berdasarkan model matematika.
b. Melakukan operasi hitung dengan benar.
c. Menentukan hasil penelitian.
4. Memeriksa
kembali hasil yang diperoleh
Ada dua alasan tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan kembali hasil yang diperoleh yaitu:
a. Merupakan
praktek yang baik untuk memeriksa pekerjaan dan memastikan untuk tidak membuat
kesalahan apapun
b. Penting
untuk memastikan bahwa jawaban yang diperoleh pada dasarnya adalah jawaban yang
tepat bagi masalah dan bukan terhadap masalah yang diduga sedang ditanyakan
Tahap memahami masalah
|
-
Apa yang diketahui
dari data apa yang diberikan.
-
Bagaimana
kondisi soal, dapatkah soal dinyatakan kedalam bentuk persamaan atau
hubungan yang lainnya?.
-
Apakah
kondisi yang diberikan cukup atau kondisi berlebihan untuk mencari jawaban
atau saling bertentangan?.
-
Buatlah
gambar dan tulislah notasi yang cocok
|
Tahap merencanakan penyelesaian
|
-
Pernakah
sebelumnya kamu menjumpai soal seperti ini, yang sama atau serupa
dalam bentuk lain?.
-
Tahukah kamu
soal yang mirip dengan soal ini, dan teori
mana yang dapat digunakan untuk menjawab masalah ini?.
-
Perhatikan
apa yang dinyatakan, coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan
pertanyaan sama atau serupa. Misalkan ada soal ada yang mirip pernah
diselesaikan, dapatkah pengalaman itu digunakan kembali dalam masalah sekarang
atau dapatlah hasil dan metode yang lalu digunakan disini?.
-
Apakah harus
dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula?, dapatkah soal yang
tadi?, dapatkah kamu menyatakan dalam bentuk yang lain? Dan kembali pada
definisi.
-
Andaikan soal
yang baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa dan
selesaikan, bagaimana bentuk soal tadi,?
|
Tahap melakukan perhitungan
penyelesaian
|
- Melakukan rencana penyelesaian
dan memriksa setiap langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan bahwa
langkah yang dipilih sudah benar?
|
Tahap memeriksa kembali proses
dan hasil
|
-
Bagaimana
cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh?.
-
Dapatkah
diperiksa bantahannya, dapatkah diselesaqikan dengan cara yang lain?.
-
Dapatklah kamu melihatnya dengan sekilas
dan dapatkah hasil itu ataupun cara tersebut digunakan untuk soal-soal yang
lain?.
|
Dari beberapa langkah atau tahapan
problem solving yang dikemukakan, pada prisipnya problem solving dilakukan
secara teratur, logis, analitis, kritis, kreatif, sistematis
atau prosedural dan mutlak menggunakan serta menghubungkan pengetahuan yang
sudah mereka miliki sebelumnya, termasuk penggunaan fakta-fakta (berupa
konvensi yang diungkapkan dengan symbol tertentu), konsep-konsep (idea abstrak
yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan
objek), operasi (proses pengerjaan perhitungan pengerjaan aljabar dan
pengerjaan matematika lainnya), dan prinsip (sekumpulan objek matematika yang
kompleks, prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan
oleh suatu relasi ataupun operasi).
Dengan
demikian, inti dari belajar memecahkan masalah adalah supaya peserta didik
terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik
saja, tetapi peserta didik diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi nyata
yang pernah dialaminya atau yang pernah difikirkannya. Kemudian peserta didik
bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu akan mempelajari ide-ide matematika
secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
2.6 Kriteria
Tahapan-tahapan Problem Solving
Ada empat
tahapan pokok dalam memecahkan masalah yang telah diterima luas, dan ini
bersumber dari buku George Polya
tahun 1945 yang berjudul ‘How to solve it’.
Tahapan-tahapan tersebut memiliki kriteria masing-masing diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Memahami masalah – selengkap mungkin
Untuk dapat tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk memahami
masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama dalam
hal:
1) apa saja pertanyaannya,
dapatkah pertanyaannya disederhanakan,
2) apa saja data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang relevan,
3) hubungan-hubungan apa dari
data-data yang ada.
b. Merencanakan pemecahan masalah - memilih
rencana penyelesaian dari beberapa alternatif yang mungkin.
Untuk dapat melakukan tahap 2 dengan baik, maka perlu keterampilan dan
pemahaman tentang berbagai strategi
pemecahan masalah.
c. Menerapkan rencana tadi – dengan tepat cermat
dan benar.
Untuk dapat melakukan tahap 3 dengan baik, maka perlu dilatih
mengenai:
1) keterampilan berhitung,
2) keterampilan memanipulasi
aljabar,
3) membuat penjelasan
(explanation) dan argumentasi (reasoning).
d. Memeriksa kembali jawaban – apakah sudah
benar, lengkap, jelas dan argumentatif (beralasan).
Untuk dapat melakukan tahap 4 dengan
baik, maka perlu latihan mengenai:
1). memeriksa penyelesaian/jawaban
(mengetes atau mengujicoba jawaban),
2). memeriksa apakah jawaban yang
diperolah masuk akal,
3). memeriksa pekerjaan, adakah yang
perhitungan atau analisis yang salah,
4). memeriksa pekerjaan, adakah yang
kurang lengkap atau kurang jelas.
Siswa seringkali terjebak pada tahap
3 saja, sering melupakan tahap 4 dan mengabaikan tahap 1 dan tahap 2.
2.7 Beberapa Strategi Pemecahan Masalah
Empat
tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat
penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak
dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah
yang memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya.
Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa, diperlukan
perencanaan yang matang. Sulit bagi guru untuk dapat memperkenalkan setiap
strategi pemecahan masalah dalam waktu yang terbatas. Dan bagi siswa yang sudah
belajar strategi tertentu, masih memerlukan waktu untuk memperoleh rasa percaya
diri dalam menerapkan strategi yang sudah dipelajarinya.
Menurut
Polya dan Pasmep ( dalam Fadjar Shadiq : 2004 : 13 ) beberapa strategi
pemecahan masalah antara lain :
1. Mencoba-coba.
Strategi
ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah (
trial and error ). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil,
adakalanya gagal. Proses mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang
tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.
2. Membuat
diagram
Strategi
ini berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami
masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan
strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat
dituangkan ke atas kertas.
3. Mencobakan
pada soal yang lebih sederhana
Strategi
ini berkaitan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih
sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah
dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.
4. Membuat
tabel
Strategi
ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan fikiran,
sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.
5. Menemukan
pola
Strategi
ini berkaitan dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah
diperoleh akan lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.
6. Memecah
tujuan
Strategi
ini berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada
bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang
sebenarnya.
7. Memperhitungkan
setiap kemungkinan
Strategi
ini berkaitan dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh para
pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung, sehingga dapat dipastikan
tidak akan ada satu alternative yang terabaikan.
8. Berfikir
logis
Strategi
ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah
atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
9. Bergerak
dari belakang
dalam
strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan,
bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk
dicapai pemecahan masalahnya.
10. Mengabaikan
hal yang tidak mungkin
Dalam
strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengana apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan sebaiknya diabaikan.
2.8 Hambatan
dan Kesulitan Dalam Problem Solving Matematika
Kesalahan dan hambatan yang sering muncul dalam
memecahkan masalah, berikut ini daftar yang disadur dari buku tulisan Arthur
Whimbey dan Jack Lochhead tahun 1999 yang berjudul “Problem solving
and Comprehension”.
1. Ketidakcermatan
dalam membaca.
a. Membaca
soal tanpa perhatian yang kuat pada makna/pengertiannya.
b. Mengabaikan
satu atau lebih kata yang kurang familiar.
c. Mengabaikan
satu atau lebih fakta atau ide.
d. Tidak
membaca kembali bagian yang sulit.
e. Memulai
menyelesaikan soal sebelum membaca lengkap soal tersebut.
2. Ketidakcermatan
dalam berpikir.
a. Mengabaikan
akurasi (mendahulukan kecepatan).
b. Mengabaikan
kecermatan penggunaan beberapa operasi.
c. Mengartikan
kata atau melakukan operasi secara tidak konsisten.
d. Tidak
memeriksa rumus atau prosedur saat merasa ada yang tidak benar.
e. Bekerja
terlalu cepat.
f. Mengambil
kesimpulan di pertengahan jalan tanpa pemikiran yang matang.
3. Kelemahan
dalam analisis masalah.
a. Gagal
membedah masalah kompleks menjadi bagian-bagian atau gagal menggunakan
bagian-bagian masalah untuk memahami masalah secara keseluruhan.
b. Tidak
menggunakan pengetahuan atau konsep utama untuk mencoba memahami ide-ide yang
kurang jelas.
c. Tidak
menggunakan kamus atau sumber lainnya saat diperlukan untuk mamahami masalah.
d. Tidak
secara aktif mengkonstruksi ide atau gagasan di atas kertas (bila coret-coretan
di atas kertas dapat membantu memahami masalahnya).
4. Kekuranggigihan.
a. Tidak
percaya diri atau menganggap enteng masalah.
b. Memilih
jawaban berdasarkan intuisi belaka (menggunakan perasaan dalam mencoba menebak
jawaban).
c. Menyelesaikan
masalah hanya secara teknis belaka tanpa pemikiran.
d. Berpikir
nalar hanya pada bagian kecil masalah, menyerah, lalu melompat pada kesimpulan.
e. Menggunakan
pendekatan “sekali tembak” dalam menyelesaikan masalah, dan bila tidak berhasil
lalu menyerah.
2.9 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Problem Solving
Wijaya
(2008) menyatakan bahwa pembelajaran problem solving memiliki keunggulan dan
kelemahan dalam proses belajar mengajar. Adapun keunggulan pembelajaran problem
solving sebagai berikut:
1. Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan
2. Berpikir
dan bertindak kreatif
3. Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan
5. Menafsirkan
dan mengevaluasi hasil pengamatan
6. Meransang
perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat
7. Dapat
membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia
kerja
Sedangkan
kelemahan pembelajaran problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa
pokok bahasan sangat sulit menerapkan pendekatan ini. Misal terbatasnya
alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta
akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut
2. Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar