Pondasi dari matematika
adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah
satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada
siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak
dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi
yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui
maknanya. Banyak
penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan
penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotles adalah penalaran
silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi
dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun
yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem penalaran atau validasi argumen
yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis
utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah
kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran
silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang benar.
Aplikasi penalaran sering ditemukan
meskipun tidak secara formal disebut belajar bernalar. Beberapa contohnya
adalah:
o Untuk
menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa yaitu
7 + 7 =14,maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama
dengan 14 + 1 atau sama dengan 15
o Untuk
menentukan hasil dari 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki yaitu
7 + 3 = 10 dan 8 = 3 + 5, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8
adalah sama dengan 7 + 3 + 5 = 10 + 5 = 15
o Untuk
menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para
siswa yaitu 5 x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 6 x 7 =
35 + 7 = 42
o Untuk
menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2 dari 1236 untuk
ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian, para siswa dapat
dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234
atau sama dengan 2234. Dengan demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 =
1000 + 1234 = 2234
o Jika
besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka
sudut yang ketiga adalah 180o - ( 100o + 60o)
= 20o. hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan
bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.
o Jika
(x – 1) (x + 10) = 0 maka x = 1 dan x = -10
Sejalan dengan contoh-contoh
diatas, telah terjadi proses penarikan kesimpulan dari beberapa fakta yang
telah diketahui siswa, seperti yang dikemukakan oleh (Shadiq, 2004) penalaran
(jalan pikiran atau reasoning)
merupakan “Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau
evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Sebagai
contoh, dari persamaan kuadrat
yang diketahui, dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan
lain bahwa x = 1 atau x = -10. Dari
pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o
maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut ketiga
pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan
suatu kegiatan, suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan
atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika
siswa, perlu diketahui tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (1997)
mengajukan tiga tingkatan kemampuan berpikir matematika, yaitu tingkatan
reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan
terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, yaitu sebagai berikut:
Tingkatan I Reproduksi
- Mengetahui fakta dasar
- Menerapkan algoritma standar
- Mengembangkan keterampilan teknis
Tingkatan II Koneksi
·
Mengintegrasikan informasi
·
Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika
·
Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah
·
Memecahkan masalah tidak rutin
Tingkatan III Analisis
·
Matematisasi situasi
·
Melakukan analisis
·
Melakukan interpretasi
·
Mengembangkan model dan strategi baru
·
Mengembangkan argumen matematika
·
Membuat generalisasi.
Tingkatan
kemampuan matematika di atas dapat digunakan selain untuk mengevaluasi
penekanan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan, juga menyusun
instrumen (soal tes) yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkatan kemampuan
matematika siswa. Setelah kita dapat mengidentifikan tingkat kemampuan siswa,
maka upaya-upaya meningkatkan kemampuan berpikir matematik dapat dilakukan
dengan berpedoman pada komponen kemampuan pada tingkatan berikutnya.
Depdiknas(2002:6)
menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran
matematika dan penalaran matematika dipahami melalui belajar matematika “
Pola
pikir yang dikembangkan dengan penalaran matematika adalah melibatkan pemikiran
yang kritis, sistematis, logis serta kreatif, kemampuan dan keterampilan
bernalar dibutuhkan para siswa ketika mempelajari matematika maupun dalam
interaksi pada masyarakat langsung
Daya matematika siswa seyogyanya dapat
diwujudkan dalam berbagai dimensi supaya mampu memunculkan berbagai metode
matematika yang nantinya dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tidak
rutin dan dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan kehidupan dalam
masyarakat yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi.
Penalaran matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman
mode berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari
berpikir matematika. Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman
matematika dalam keterampilan berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan
hubungan antar ide-ide, dan mendukung gambaran atau kesimpulan tentang ide-ide
dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan masalah-masalah yang melibatkan
ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist). Penalaran matematika memiliki peran
yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran matematika
meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan
generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (dan
validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan
hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode penalaran
matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif (deducttive),
bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik (graphical),
keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang
penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika
(mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai
aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika
sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positip
kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat
matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan
keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan
secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan
ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan
masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam
Perissini dan Webb, 1999). Penalaran Matematika yang
mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis
dan sistematis merupakan ranah kognitif matematik yang paling tinggi.
Sumarno (2002) memberikan indikator
kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika,
yaitu sebagai berikut:
- Membuat analogi dan generalisi
- Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
- Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
- Menyusun dan menguji konjektur
- Memeriksa validitas argumen
- Menyusun pembuktian langsung
- Menyusun pembuktian tidak langsung
- Memberikan contoh penyangkal
- Mengikuti aturan enferensi
Di bawah ini akan diberikan
contoh masalah dalam matematika yang menuntut kemampuan penalaran matematika.
- Masalah-Masalah Penalaran Matematika
- Membuat
Analogi
Contoh : Tentukan nilai dari
A
=
Jawab:
Suku
ke-k dari deret itu adalah
Sekarang
perhatikan bahwa :
Dengan
demilian nilai A adalah :
A
=
=
- Menyusun
dan Menguji Konjektur
Proses Induktif :
A
= 1 dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
A
=11 dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
Konjektur :
A =
dan B =
AB + 1 =
- Menyusun dan Menguji Konjektur
Contoh :
Misalkan
A =
dan B =
Perlihatkan
bahwa AB + 1 merupakan bilangan bentuk kuadrat
Jawab
:
Proses
Induktif :
A = 1 dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
A =11 dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
Konjektur
:
A
=
dan B =
AB
+ 1 =
Bukti
konjektur
Perhatikan
kasus A = 111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
3342 = (333 + 1)2
= [3(111) + 1]2
= 111 [9(111) + 6] + 1
= 111 . 1005 + 1
= AB + 1
Dengan
proses mundur dengan mudah dapat ditunjukkan masalah itu.
AB
+ 1 =
x
+ 1
=
=
=
=
Masalah
: Susun suatu konjektur untuk
menunjukkan bahwa bilangan
merupakan
bentuk kuadrat
- Memberi Penjelasan dengan Menggunakan Model
Contoh:
Panjang
jalan tol Bogor – Jakarta 60 km. Pada pukul 12.00 mobil A berangkat daripintu
tol Bogor menuju Jakarta dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Pada saat yang sama
mobil B berangkat dari pintu tol Jakarta menuju Bogor dengan kecepatan rata
- rata
70 km/jam. Kedua mobil tersebut akan
berpapasan pada pukul . . . .
Jawab
Model
dari masalah di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
x (60 – x) km
Misalkan di titik P mobil A dan
mobil B berpapasan, maka
Sehingga
tA = 32/80 = 2/5 jam = 24 menit
Dengan demikian, mobil A dan
mobil B berpapasan pada pukul 12.24
- Menggunakan
Pola untuk Menganalisis Situasi Matematik
Contoh:
Ucok bermain menyusun
batang-batang korek api seperti tampak pada gambar di bawah ini. Apabila susunan batang korek api yang dibuat Ucok
dilanjutkan, tentukan banyak batang korek
api yang diperlukan untuk membuat susunan ke-20.
- Memeriksa
Validitas Argumen
Contoh 1: Periksa setiap langkah di bawah ini
Misalkan
a = b
Kalikan dengan a a2 = ab
Kurangkan dengan b2 a2 – b2
= ab – b2
Faktorkan
(a + b)(a – b) = b(a – b)
Bagi dengan a – b a + b = b
Substitusi untuk a 2b = b
Bagi dengan b 2 = 1
Contoh
2: Periksa setiap langkah di bawah
ini:
1
= -1
- Melakukan
Pembuktian Secara Langsung
Contoh : Misalkan a bilangan ganjil. Tunjukkan bahwa a2
bilangan ganjil.
Bukti:
a
bilangan ganjil
a = 2k + 1 , k bilangan bulat
a2 = (2k + 1)2 = 4k2
+ 4k + 1 = 2(2k2 + k) + 1
Dengan
demikian, a2 = 2p dengan p = 2k2
+ k
Ini
artinya, a2 merupakan bilangan ganjil.
Masalah
: Perhatikan persegi di bawah ini:
S
P R
Q
|
1
cm
1
cm
1 cm 3
cm
Tunjukkan bahwa segiempat PQRS merupakan persegi,
kemudian tentukan luas daerahnya.
- Melakukan
Pembuktian Tidak Langsung
Contoh : Buktikan bahwa
merupakan
bilangan rasional
Bukti
Andaikan
meruapakan
bilangan raisonal, maka
dapat
dituliskan dengan
, a dan b bilangan bulat yang tidak
memiliki faktor persekutuan.
Dengan demikian,
bilangan genap
a bilangan
genap
. Misalkan a = 2p dengan
p bilangan bulat. Maka
a2
= (2p)2 = 4p2
4p2 = 2b2
b2 = 2p2
b bilangan genap
Dengan demikian, a dan b merupakan
bilangan genap. Ini menunjukkan bahwa
a dan b memiliki faktor persekutuan 2. Hal ini kontradiksi dengan
asumsi
awal. Jadi,
bukan bilangan
rasional.
C.
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif
Penalaran
dalam matematika terbagi dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Dalam belajar matematika memerlukan penalaran
induktif dan deduktif. Penalaran
induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan
kebenaran untuk semua kasus. Penalaran
deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang
digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format
penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan
seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.
1.
Penalaran
induktif
Penalaran induktif merupakan penalaran yang
berangkat dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum (generalisasi). Menurut
Slamin “ada tiga tahapan dalam penalaran induktif yaitu pengenalan
pola, dugaan dan pembentukan generalisasi”.
Contoh
penalaran induktif
o Perhatikan
kedudukan himpunan titik-titik yang berderet
Tentukan himpunan titik-titik
berikutnya sesuai dengan pola diatas
Berdasarkan tahapan penalaran induktif
-
Pengenalan pola
Dari soal tersebut siswa berusaha
mengenali pola-pola yang ada untuk pola pertama hanya ada satu bulatan, pada
pola kedua terjadi perubahan dimana pola pertama dikelilingi empat bulatan yang
dihubungkan oleh garis sehingga berbentuk persegi, begitu pula seterusnya
-
Dugaan
Setelah siswa mengenal pola, siswa
akan menduga-duga jawaban dari pola-pola yang ada
-
Pembentukan
generalisasi
Siswa akan membuat kesimpulan
terhadap pola kelima berdasarkan empat pola sebelumnya, penambahan persegi yang
memiliki bulatan disetiap sudut persegi, pada pola kedua memiliki satu persegi
dan pola pertama berada ditengah, pada pola ketiga perseginya menjadi dua
dimana persegi yang baru memiliki ukuran yang sebelumnya, pada pola keempat
memiliki tiga persegi, sehingga generalisasi dari pola kelima adalah
o Sekumpulan
bilangan yang disusun secara terurut sehingga terdapat suku pertama, kedua,
ketiga dan seterusnya
Jawabannya: 13
dan 16
o Tunjukkan
bahwa jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah 180o. Jika
penyelesaiaannya secara penalaran induktif, maka caranya sebagai berikut
Siswa
diminta untuk:
-
membuat model segitiga
sembarang dari kertas,
-
menggunting sudut-sudut
segitiga tersebut,
-
menghimpitkan potongan
sudut-sudut yang telah dipotong
Dari setiap siswa yang melakukan
dengan benar kegiatan tersebut akan mendapatkan hasil yang sama yaitu ketiga
sudut segitiga tersebut jika dihimpitkan akan membentuk satu garis lurus yang
menurut pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya bahwa besarnya 1800.
Kasus tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Jumlah
besar sudut segitiga ke-1 = 1800
|
Jumlah
besar sudut segitiga ke-2 = 1800
|
Jumlah
besar sudut segitiga ke-3 = 1800
|
Jumlah
besar sudut segitiga ke-n = 1800
|
Jadi,
jumlah besar sudut setiap segitiga adalah 1800
|
Pernyataan bahwa jumlah
besar sudut setiap segitiga adalah 180o tersebut terkategorikan
bernilai benar, karena tidak ada satupun segitiga yang jumlah besar
sudut-sudutnya bukan 180o.
2.
Penalaran
deduktif
Penalaran
deduktif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal yang umum
(generalisasi) ke hal-hal yang khusus. Penalaran deduktif berperan besar dalam
matematika, kebenaran suatu pernyataan harus didasarkan pada kebenaran
penyataan sebelumnya, diperlukan pernyataan paling awal yang sudah disepakati
kebenarannya yang disebut aksioma atau postulat, diperlukan juga pengertian
yang tidak bisa didefinisikan lagi yang disebut pengertian pangkal
Contoh
penalaran deduktif
Pernyataan
generalisasi:
Pernyataan
khusus:
Kesimpulan:
A
|
n
|
1
|
2
|
2
|
1
|
m
|
k
|
B
|
Pada gambar di atas ∠A1
= ∠B2 dan ∠A2
= ∠B1 karena garis m dan n
merupakan dua garis sejajar dan dipotong garis ketiga, sehingga sudut-sudut
dalam berseberangan akan sama besar, yaitu ∠A1
= ∠B2 dan ∠A2
= ∠B1. Perhatikan
ABC
di bawah ini, dimana melalui titik C telah dibuat garis m yang sejajar dengan
garis n, sehingga sudut-sudut dalam berseberangan akan sama besar, yaitu ∠A1
= ∠C1 dan ∠B3
= ∠C3
q
|
p
|
C
|
m
|
3
|
2
|
1
|
∠B3 = ∠C3
n
|
A
|
B
|
3
|
1
|
Karena
∠C1+∠C3+∠C2 =
1800, maka:
∠A1+∠B3+∠C2 = ∠A+∠B+∠C =
1800
Contoh di atas menunjukkan bahwa
pada penalaran deduktif, suatu rumus, teorema, atau dalil tentang jumlah besar
sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800, telah dibuktikan dengan
menggunakan teori atau rumus sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya
secara deduktif juga. Sedangkan teori maupun rumus matematika yang digunakan
sebagai dasar pembuktian tersebut telah dibuktikan berdasarkan teori maupun
rumus matematika sebelumnya lagi. Begitu seterusnya. Disamping itu, pembuktian
tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o telah
melibatkan atau menggunakan definisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, seperti
pengertian sudut lurus besarnya 180o. prosesnya dapat digambarkan
dengan diagram berikut:
Jumlah besar sudut suatu
segitiga adalah 180o
|
Pengertian pangkal
|
Pengertian atau definisi
lainnya
|
Pengertian atau definisi
|
Sudut lurus besarnya 180o
|
Pengertian lain
|
Aksioma
|
Jika dua garis sejajar
dipotong garis lain maka sudut-sudut dalam bersebrangan sama besar
|
Dalil atau teorema lainnya
|
Dalil atau teorema lainnya
lagi
|
Beberapa
cara pembuktian deduktif dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Pembuktian
langsung
a. Aturan
dasar (p
q) ^ q
q disebut modus ponendo ponens merupakan
tautology atau ditulis
Hipotesis (1) p
q
Kesimpulan q
Misalnnya,
telah diketahui bahwa segitiga sama kaki, maka kedua sudut alasnya kongruen.
Bila diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat disimpulkan bahwa
kedua sudut alasnya kongruen.
Penjelasan
logikannya sebagai berikut.
Suatu
teorema menyatakan “Jika suatu segitiga itu sama kaki (p) maka kedua sudut
alasnya kongruen (q).
Simbol
logikanya
Hipotesis (1) p
q sebagai
teorema
Kesimpulan q yang
menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki kongruen.
b. Implikasi
transitif (p
q) ^ (p
r) merupakan tautology atau ditulis:
Hipotesis (1) p
q
Misalnya dibuktikan bahwa di dalam
himpunan bilangan cacah, kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
Simbol logikannya: untuk x
,
(
x2
ganjil). Proses pembuktiannya adalah sebagai berikut:
Hipotesis (1): x ganjil
ada n bilangan cacah sehingga
x = 2n + 1
= 2(2n2+ 2n) + 1 adalah ganjil
Kesimpulan: x ganjil
x2 ganjil
2.
Pembuktian tidak langsung
a. Ada kalanya kita sulit membuktikan p
q secara langsung. Dalam keadaan demikian kita
dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu membutikan kontra positifnya, yaitu
membuktikan kebenaran –q
-p sebab kedua pernyataan tersebut ekuivalen
atau (p
q)
(-q
-p)
merupakan tautology
Misalnya, harus membuktikan proposisi berikut. Jika hasil
kali dua bilangan asla a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil
(q) yang disimbolkan p
q
Untuk membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan
kontra positifnya yang berbunyi “Jika bilangan asli a dan b kedua-duannya tidak
ganjil (-q) maka a.b tidak ganjil (-p) yang disimbolkan (-q
-p).
Andaikata salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang
berarti genap), n bilangan asli.
a = 2n
a.b = (2n)b
= 2(nb) genap (tidak ganjil)
Pembuktian dengan kontra postitif ini juga dapat diubah
menjadi (p
q)
^ -q
-p
merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens.
b. Bila kita ingin membuktikan
proposisi p, maka kita pandang negasinya p ialah -p. kita harus membuktikan,
dengan –p terjadi kontradiksi, misalnya q ^ -q salah maka pemisalan –p menjadi
salah. Dengan demikian –(-p) menjadi benar atau karena –(-p)
p maka p benar.
Dengan perkataan lain, kita tunjukkan bahwa –(-q^-p)
-(-q) suatu tautologi.
Kekurangan penalaran
induktif
Contoh
kasus: Buktikan bahwa (n-1) n (n3+1) habis dibagi oleh 6 untuk semua
bilangan asli n > 1
1.
Pembuktian
secara induktif
Untuk membuktikan soal di atas secara induktif
sebagai berikut:
Untuk n = 2, maka (n-1) n (n3+1) = 1 x 2
x 9 = 18 habis dibagi 6
Untuk n = 3, maka (n-1) n (n3+1) = 2 x 3
x 28 = 168 habis dibagi 6
Untuk n = 4, maka (n-1) n (n3+1) = 3 x 4
x 65 = 780 habis dibagi 6
Dengan contoh-contoh lain, dapat disimpulkan bahwa (n
- 1) n (n3 + 1) habis dibagi 6. Akan tetapi bagaimana jika n =
10.000.000.003 maupun 10.000.222.222.000.000, tentunya cara seperti diatas akan
menyulitkan penghitungan dan tiga sampai seribu contoh tidak cukup untuk
menggeneralisasikan bahwa bentuk (n-1) n (n3+1) akan habis dibagi 6
untuk n > 1. Dalam matematika, jika tidak mampu menunjukkan kesalahan rumus
tersebut melalui suatu contoh sangkalan, maka hasil tersebut disebut dugaan,
belum dikategorikan sebagai teorema. Pada intinya, pembuktian dengan penalaran
induktif seperti di atas belum dapat diyakini bahwa pernyataan tersebut akan
benar untuk n > 1.
- Pembuktian
secara deduktif
Bentuk (n - 1) n (n3 + 1) adalah sama
dengan (n - 1) n (n + 1) (n2 - n + 1), karena (n3 + 1)
sama dengan (n + 1) (n2 - n + 1). Bentuk (n – 1); (n + 1); maupun (n2
– n + 1) merupakan bilangan asli, sehingga bentuk (n - 1) n (n3 + 1)
= (n – 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 6 jika dapat
dibuktikan bahwa (n - 1) n (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 –
n + 1) habis diibagi 2 dan sekaligus juga habis dibagi 3. Bentuk (n – 1) (n)
(n+1) merupakan tiga bilangan asli berurutan, seperti 3 x 4 x 5 ataupun 4 x 5 x
6, sehingga minimal akan didapat salah satu diantara bilangan tersebut
merupakan bilangan genap (habis dibagi 2), secara deduktif dapat dinyatakan
bahwa aka nada dua kemungkinan nilai n, yaitu:
o n
bernilai genap, sehingga bentuk (n – 1) (n) (n + 1) akan bernilai genap atau
akan habis dibagi 2
o n
bernilai ganjil yang akan mengakibatkan (n -1) serta (n + 1) bernilai genap
sehingga bentuk (n – 1) (n) (n + 1) akan bernilai genap juga.
Dengan
demikian, bahwa bentuk (n - 1) n (n + 1) maupun (n - 1) n (n3 +
1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 2 untuk
setiap nilai n > 1 dan n
A. Di samping itu, akan ada tiga
kemungkinan tentang sisa suatu bilangan asli n jika dibagi 3, yaitu:
o n
habis dibagi 3 atau n akan bersisa 0 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan
bentuk (n - 1) (n) (n + 1) juga akan habis dibagi 3
o n
akan bersisa 1 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan bentuk (n - 1) akan habis
dibagi 3. Sebagai contoh, jika n bernilai 4, 7, 10, 13, 16, … yang akan bersisa
1 jika dibagi 3, namun nilai pada bentuk (n - 1)nya yaitu 3, 6, 9, 12, 15, …
akan habis dibagi 3, yang pada akhirnya akan mengakibatkan bentuk (n - 1) (n)
(n + 1) habis dibagi 3 juga
o n
akan bersisa 2 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan bentuk (n + 1) habis
dibagi 3, sebagai contoh jika n bernilai 5, 8, 11, 14, 17, … yang akan bersisa
2 jika dibagi 3, namun nilai pada bentuk (n + 1)-nya yaitu 6, 9, 12, 15, 18, …
akan habis dibagi 3 yang pada akhirnya akan mengakibatkan bentuk (n - 1) (n) (n
+ 1) habis dibagi 3 juga. Dengan demikian terbukti bahwa (n - 1) (n) (n + 1)
maupun (n - 1) (n) (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n
+ 1) akan habis dibagi 3 untuk setiap n > 1 dan n
A. Karena (n
- 1) (n) (n + 1) maupun (n - 1) (n) (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1)
(n2 – n + 1) terbukti merupakan bilangan genap (habis dibagi 2) dan
juga habis dibagi 3, maka dapat disimpulkan bahwa (n - 1) (n) (n3 +
1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 6.
D. Rubrik
dan soal penalaran matematika .
MENGERTI
Bukti menunjukkan siswa pada
dasarnya memiliki konsep atau ide yang ditargetkan.
|
BELUM MENGERTI
Siswa menunjukkan kesalahan besar,
konsep atau prosedur yang salah atau kegagalan menangani tugas.
|
||
4
Bagus:
Pencapaian
Penuh
|
3
Pandai:
Pencapaian
Pokok
|
2
Kecil:
Pencapaian
Sebagian
|
1
Tak Memuaskan:
Pencapaian
sedikit
|
Siswa
menunjukkan penalaran yang lengkap untuk mendukung aturan tertentu untuk
kedua situasi.
|
Siswa
menunjukkan penalaran yang memadai untuk mendukung setidaknya satu aturan
atau siswa mampu
memberikan
penalaran yang lengkap untuk mendukung peraturan tertentu untuk kedua
situasi.
|
Siswa
menunjukkan penalaran tentang aturan-aturan melalui kata-kata atau instrumen
tetapi
|
Siswa
menunjukkan penalaran tentang aturan-aturan melalui kata-kata atau instrumen tetapi
konteks
masalah atau alasan hanya siswa melalui salah satu aturan tertentu.
|
Contoh Butir Soal dan Penerapan Indikator Penalaran
Soal 1
Perhatikan lukisan dan bingkai
gambar dibawah ini! Jika panjang lukisan 80 cm, panjang bingkai 100 cm dan
lebar lukisan 60 cm,
Sumber : http://yatz.blogdrive.com/archive/713.
No.
|
Konsep
|
Indikator
Bernalar
|
Pertanyaan
|
1
|
Segi tiga sebangun
|
Analogi
|
a. Dengan
melihat gambar di atas, informasi apakah yang kamu dapatkan?
b. Dengan
melihat gambar di atas, apakah menurut kamu lebar bingkai dapat dicari?
c. Bagaimana
kamu mengaitkan antara panjang lukisan dan
panjang bingkai?
Berikan alasanmu!
|
2
|
|
Generalisasi
|
d. Setelah
kamu menemukan kaitan antara panjang
lukisan dan panjang bingkai, tentukanlah lebar bingkai !
e. Syarat-syarat
apakah yang harus dipenuhi oleh panjang lukisan dan panjang bngkai sehingga lebar bingkai didapatkan?
Kemukakan alasanmu!
|
3
|
|
Kondisional
|
f. Dapatkah
kamu menyebutkan contoh-contoh lain yang seperti panjang lukisan dan panjang bingkai
|
4
|
|
Silogisme
|
g. Apa
yang dapat kamu simpulkan
|
Soal 2
No.
|
Konsep
|
Indikator
Bernalar
|
Pertanyaan
|
1
|
Segi tiga sebangun
|
Analogi
|
a. Dengan
melihat gambar di atas, informasi apakah yang kamu dapatkan?
b. Dengan
melihat gambar di atas, apakah menurut kamu tinggi piramida dapat dicari?
c. Bagaimana
kamu mengaitkan antara bayangan piramida dan bayangan pekerjanya? Berikan
alasanmu!
|
2
|
|
Generalisasi
|
d. Setelah
kamu menemukan kaitan antara bayangan piramida dan bayangan pekerjanya,
tentukanlah tinggi piramida!
e. Syarat-syarat
apakah yang harus dipenuhi oleh bayangan piramida dan bayangan orang sehingga
tinggi piramida didapatkan? Kemukakan alasanmu!
|
3
|
|
Kondisional
|
f. Dapatkah
kamu menyebutkan contoh-contoh lain yang seperti bayangan piramida dan
bayangan pekerjanya
|
4
|
|
Silogisme
|
g. Apa
yang dapat kamu simpulkan
|
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus