Translate

Jumat, 01 Mei 2015

Filsafat Matematika

Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang bertujuan untuk merefleksikan, dan menjelaskan hakekat matematika. Hal ini merupakan kasus khas dari kegunaan epistemologi yang bertujuan menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Filsafat matematika mengajukan pertanyaan - pertanyaan seperti: Apa dasar dari pengetahuan matematika? Apa hakekat kebenaran matematika? Apa yang mencirikan matematika? Apa pembenaran kebenaran matematika? Mengapa kebenaran matematika dianggap sebagai kebenaran yang mendasar?
Filsafat matematika pada dasarnya adalah pemikiran reflektif terhadap matematika. Matematika menjadi ilmu pokok soal yang dipertimbangkan secara cermat dan penuh perhatian. Pemikiran filsafati juga bersifat reflektif dalam arti menengok sendiri untuk memahami bekerjannya budi itu sendiri. Ciri relektif yang denikian itu ditekankan oleh para filsuf Inggris R.G. Collingwood yang menyatakan “Philosophy is reflective”. The philosophizing mind never simply thinks about an object; it always, while thinking about any object, think also about its own thought about than object.” (Filsafat bersifat reflektif. Budi yang berfilsafat tidaklah semata – mata berpikir tentang suatu obyek, budi itu senantiasa berpikir juga berpikir tentang pemikirannya sendiri tentang obyek itu). Jadi budi manusia yang diarahkan untuk menelaah obyek – obyek tertentu sehingga melahirkan matematika kemudian juga memantul berpikir tentang matematika sehingga membutuhkan filsafat matematika agar memperoleh pemahaman apa dan bagaimana sesungguhnya matematika itu.
Di antara ahli – ahli matematika dan para filsuf tidak tampak kesatuan pendapat mengenai apa filsafat matematika itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah dikutipkan dari perumusan – perumusan dari 2 buku matematika dan 2 buku filsafat yang berikut:
1) Suatu filsafat matematika dapatlah dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan yang dari situ pelbagai bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan dipersatuja berdasarkan beberapa asas dasar.
2) Secara khusus suatu filsafat matematika pada dasarnya sama dengan suatu percobaan penyusunan kembali yang dengannya kumpulan pengetahuan matematika yang kacau – balau yang terhimpun selama berabad – abad diberi suatu makna atau ketertiban tertentu.
3) Penelaah tentang konsep – konsep dari pembenaran terhadap asas – asas yang dipergunakan dalam matematika
4) Penelaah tentang konsep – konsep dan sistem – sistem yang terdapat dalam matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan – pernyataan berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli – ahli matematika menitik beratkan filsafat matematika, sebagai usaha menyusun dan menertibkan bagian – bagian dari pengetahuan matematika yang selama ini terus berkembang biak. Sedang 2 definisi berikutnya dari ahli filsafat merumuskan filsafat matematika sebagai studi tentang konsep – konsep dalam matematika dan pembenaran terhadap asas atau pembenaran matematika.
Menurut pendapat filsuf Belanda Evert Beth di sampingnya matematika sendiri dan filsafat umum harus pula dibedakan adanya 2 bidang pemikiran lainya, yakni filsafat matematika dalam arti yang lebih luas (philosophy of mathematics in a broader sense) dan penelitian mengenai landasan matematika (foundation mathematics). Landasan matematika kadang – kadang disamakan pengertiannya dengan filsafat matematika. Tetapi sesungguhnya landasan matematika merupakan bidang pengetahuan yang palling sempit dari bidang filsafat matematika. Foundation of mathematics khususnya bersangkut paut dengan konsep – konsep asas foundamental (fundamental concepts and principles) yang mempergunakan dalam matematika. Dengan demikian kedua definisi philosophy of mathematics dari kamus – kamus filsafat tersebut diatas lebih merupakan batasan pengertian matematika. Charles Parsons dalam The Encyclopedia of Philosophy menegaskan:
Penelitian landasan senantiasa bersangkutan dengan masalah tentang pembenaran terhadap pernyataan – pernyataan dan asas – asas matematika, dengan pemahaman mengapa proporsisi – proporsisi tertentu yang jelas sendirinya adalah demikian, dengan pemberian pembenaran terhadap asas – asas yang telah diterima tampaknya tidak sendirinya begitu jelas, dan dengan penemuan dan penanggalan asas – asas yang tak terbebankan.)
Peran filsafat matematika adalah untuk menunjukkan dasar yang sistematis dan benar-benar aman untuk pengetahuan matematika, diperuntukkan  untuk kebenaran matematika.
            Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi dari filsafat  matematika adalah untuk menunjukkan dasar pengetahuan matematika. Foundationism terikat dengan pandangan absolutis pengetahuan matematika, karena menganggap tugas pembenaran pandangan ini menjadi tujuan utama filsafat matematika.

1.2.       Hakikat Pengetahuan Matematika
Secara tradisional, matematika telah dipandang sebagai paradigma pengetahuan tertentu. Euclid mendirikan sebuah struktur logis yang megah hampir 2.500 tahun lalu dalam Elements, yang sampai akhir abad kesembilan belas diambil sebagai paradigma untuk mendirikan kebenaran dan kepastian. Newton menggunakan bentuk Elemen di dalam bukunya Principia, dan Spinoza dalam Etika, untuk memperkuat klaim mereka atas penjelasan kebenaran sistematis. Dengan demikian matematika telah lama diambil sebagai sumber pengetahuan yang paling tertentu yang dikenal bagi umat manusia.
Sebelum menyelidiki sifat pengetahuan matematika, pertama-tama perlu untuk mempertimbangkan sifat pengetahuan pada umumnya. Jadi kita mulai dengan bertanya, apakah pengetahuan? Pertanyaan tentang apa yang merupakan pengetahuan inti dari filsafat, dan pengetahuan matematika memainkan suatu peranan penting. Jawaban filsafat standar untuk pertanyaan ini adalah bahwa pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih tepatnya, bahwa pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat diterima (yaitu, percaya), asalkan ada alasan yang memadai untuk menegaskannya. (Sheffler, 1965; Chisholm, 1966; Woozley, 1949).
            Pengetahuan diklasifikasikan atas dasar alasan untuk pernyataan tersebut. Pengetahuan apriori terdiri dari dalil yang ditegaskan berdasarkan pemikiran  sendiri, tanpa jalan lain untuk pengamatan dunia. Berikut alasan penggunaan logika deduktif dan makna istilah, biasanya dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya, empiris atau pengetahuan posteriori terdiri dari dalil menegaskan berdasarkan pengalaman, yaitu, berdasarkan pengamatan dunia (Woozley, 1949).
Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan prioritas, karena terdiri dari dalil menegaskan berdasarkan nalar semata. Termasuk alasan logika deduktif dan definisi yang digunakan, dalam hubungannya dengan seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika, sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Jadi dasar pengetahuan matematika, yang merupakan alasan untuk menyatakan kebenaran dalil matematika, terdiri dari buktI deduktif.
            Bukti dari dalil matematika adalah rentetan yang terbatas dari pernyataan akhir pada dalil, yang memenuhi sifat berikut. Setiap pernyataan merupakan aksioma diambil dari seperangkat aksioma sebelumnya, atau diturunkan dengan aturan kesimpulan dari satu atau lebih pernyataan yang terjadi sebelumnya dalam urutan. Istilah 'sekumpulan aksioma' dipahami secara luas, untuk memasukkan apa pun pernyataan diterima menjadi bukti tanpa demonstrasi, termasuk aksioma, dalil-dalil dan definisi.
Diberikan sebuah contoh membuktikan pernyataan berikut '1 + 1 = 2 'dalam sistem aksiomatik aritmatika Peano. Untuk bukti ini kita membutuhkan definisi dan aksioma s0 = 1, s1 = 2, x + 0 = x, x + sy = s (x + y) dari Aritmatika Peano, dan aturan inferensi logis dari P (r), r = t P (t); P (v) P (c) (di mana r, t, v, c, dan P (t) kisaran lebih dari istilah; variabel, konstanta, dan dalil dalam istilah t, masing-masing, dan ' ' menandakan implikasi logis) .2 Berikut ini adalah bukti 1 + 1 = 2: x + sy = s (x + y), 1 + sy = s (1 + y), 1 + s0 = s (1 + 0), x +0 = x, 1 +0 = 1, 1 + s0 = s1, s0 = 1, 1 +1 = s1, s1 = 2, 1 +1 = 2.
            Penjelasan tentang bukti ini adalah sebagai berikut. s0 = 1 [D1] dan s1 = 2 [D2] adalah definisi dari konstanta 1, dan 2 masing-masing, dalam Aritmatika Peano, x +0 = x [A1] dan x + sy = s (x + y) [A2] adalah aksioma Aritmatika Peano. P (r), r = t
P (t) [R1] dan P (v) P (c) [R2], dengan simbol-simbol seperti dijelaskan di atas, aturan logis dari inferensi. Pembenaran bukti, pernyataan demi pernyataan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.



Tabel 1.1: Bukti 1 +1 = 2 dengan pembenaran
Langkah
Kalimat
Pembenaran dari kalimat
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
x + sy = s ( x + y )
1 +  sy = s ( 1 + y)
1 + s0  = s ( 1 + 0)
x + 0  = s
1 + 0   = 1
1 + s0  = 1
s0 = 1
1 + 1 = s1
s1 = 2
1 + 1 = 2
A2
R2 diterapkan pada S1, menggunakan v = x, c = 1
R2 diterapkan pada S2, menggunakan v = y, c = 0
A1
R2 diterapkan pada S4, menggunakan v = x, c = 1
R1 diterapkan S3 dan S5, menggunakan r = 1 + 0, t =1
D1
R1 diterapkan S6 dan S7, menggunakan r = s0, t = 1
D2
R1 diterapkan S8 dan S9, menggunakan r = s1, t = 2

            Bukti ini memperlihatkan '1 + 1 = 2 'sebagai pokok pengetahuan matematika atau kebenaran, menurut analisis sebelumnya, karena bukti deduktif menetapkan jaminan logis untuk menegaskan pernyataan itu. Selanjutnya adalah pengetahuan priori, karena ditegaskan berdasarkan nalar semata.
Namun, apa yang belum jelas adalah dasar  asumsi yang dibuat dalam pembuktian. Asumsi yang dibuat terdiri dari dua jenis: asumsi matematika dan asumsi logis. Asumsi matematika yang digunakan adalah definisi (D1 dan D2) dan aksioma (A1 dan A2). Asumsi logis adalah aturan kesimpulan yang digunakan (R1 dan R2), yang merupakan bagian yang mendasari bukti dari teori, dan kalimat yang mendasari bahasa formal.
            Kami menganggap pertama asumsi matematika. Definisi, menjadi definisi yang eksplisit, yang bukan merupakan persoalan, karena pada prinsipnya mereka dapat disingkirkan. Setiap pemunculan dari istilah yang didefinisikan 1 dan 2 dapat digantikan oleh apa yang disingkat (s0 dan ss0, masing-masing). Hasil menghilangkan definisi ini adalah bukti disingkat: x + sy = s (x + y), s0 + sy = s (S0 + y), s0 + s0 = s (s0 +0), x +0 = x, s0 +0 = s0, s0 + s0 = ss0; membuktikan 's0 + s0 = ss0', yang mewakili '1 +1 = 2 '. Meskipun definisi eksplisit disingkat pada prinsipnya, itu tetap merupakan kenyamanan yang tak diragukan, belum lagi bantuan untuk berpikir, untuk mempertahankan mereka. Namun, dalam konteks ini kita prihatin untuk mengurangi asumsi-asumsi yang minimum mereka, untuk mengungkapkan asumsi yang tak dapat dikurangi pengetahuan matematika dan pembenaran.
            Jika definisi tidak eksplisit, seperti dalam definisi asli dari induktif Peano (Heijenoort, 1967), yang diasumsikan di atas sebagai sebuah aksioma, dan bukan sebagai definisi, maka definisi tidak akan eliminable pada prinsipnya. Dalam hal ini masalah dasar definisi, yaitu asumsi yang menjadi landasannya, analog dengan aksioma.
            Aksioma tidak terlepas pada pembuktian. Mereka harus dianggap baik sebagai kebenaran aksiomatik, atau hanya mempertahankan pembenarannya, asumsi sementara, diadopsi untuk memungkinkan perkembangan dari teori matematika yang sedang dipertimbangkan. Kami akan kembali ke hal ini.
Asumsi logis, yaitu aturan inferensi (bagian dari bukti teori keseluruhan) dan sintaks logis, diasumsikan sebagai bagian dari logika yang mendasarinya, dan merupakan bagian dari mekanisme yang dibutuhkan untuk aplikasi alasan. Jadi logika diasumsikan sebagai landasan bermasalah untuk pembenaran pengetahuan.
Singkatnya, kebenaran matematika SD '1 +1 = 2 ', tergantung untuk pembenaran pada bukti matematika. Hal ini pada gilirannya tergantung pada asumsi sejumlah pernyataan matematika dasar (aksioma), serta pada logika yang mendasarinya. Secara umum, pengetahuan matematika terdiri dari pernyataan dibenarkan oleh bukti-bukti, yang tergantung pada aksioma matematika (dan logika yang mendasari).
Akun ini pengetahuan matematika pada dasarnya adalah yang telah diterima selama hampir 2.500 tahun. Presentasi awal pengetahuan matematika, Elemen Euclid, berbeda dari data di atas hanya dengan derajat. Dalam Euclid, pengetahuan matematika didirikan oleh deduksi logis dari aksioma dan postulat theoremsfrom (yang kita termasuk di antara aksioma). Logika yang mendasari dibiarkan tidak ditentukan (selain pernyataan dari beberapa aksioma mengenai hubungan kesetaraan). Aksioma-aksioma tidak dianggap sebagai asumsi sementara diadopsi, diadakan hanya untuk pembangunan teori di bawah pertimbangan. Aksioma dianggap kebenaran dasar yang diperlukan tidak ada pembenaran, bukti luar diri mereka sendiri (Blanche, 1966) . 3 Karena itu, account klaim untuk menyediakan dasar untuk pengetahuan matematika tertentu. Sebab bukti logis mempertahankan kebenaran dan diasumsikan aksioma yang jelas kebenaran, maka setiap teorema yang berasal dari mereka harus
juga kebenaran (penalaran ini implisit, tidak eksplisit di Euclid). Namun, klaim ini tidak lagi diterima karena aksioma Euclid dan postulat tidak dianggap kebenaran dasar dan tak terbantahkan, tidak ada yang dapat dinegasikan atau ditolak tanpa mengakibatkan kontradiksi. Bahkan, penolakan beberapa dari mereka, yang paling notablythe Postulat Paralel, hanya mengarah ke badan lain pengetahuan geometris (non-Euclidean geometri).
Selain Euclid, pengetahuan matematika modern mencakup banyak cabang yang bergantung pada asumsi set aksioma yang tidak dapat diklaim sebagai kebenaran universal dasar, misalnya, aksioma teori grup, atau teori himpunan (Maddy, 1984).

 2.3. Pandangan Absolutis Pengetahuan Matematika
Pandangan absolutis pengetahuan matematika adalah bahwa hal itu terdiri dari kebenaran tertentu dan tak tertandingi. Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika terdiri dari kebenaran absolut, dan mewakili ranah pengetahuan tertentu yang unik, terpisah dari logika dan pernyataan benar berdasarkan arti istilah, seperti 'Semua bujangan belum menikah'. Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki pandangan absolutis pengetahuan matematika. Jadi menurut Hempel:
validitas matematika berasal dari ketentuan yang menentukan arti dari konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi matematika karena itu pada dasarnya 'benar menurutdefinisi'.
            Dalam pemikiran absolut, dinyatakan bahwa Mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge  yang maksudnya adalah Matematika adalah suatu kemungkinan dan kenyataan yang tak terbantahkan dan merupakan ilmu pengetahuan yang objektif. Sedangkan secara fallibilis, Mathematica truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction, yang maksudnya adalah  kebenaran Matematika dapat dibenarkan dan tidak pernah bisa ditentang, diperbaiki maupun dikoreksi. Sehingga The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Matematika menyatakan bahwa Filsafat Matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan mempersatukan berbagai bagian  dan kepingan Matematika berdasarkan beberapa asas dasar.
Lain pendukung kepastian matematika adalah Ajayer yang mengklaim berikut. Sedangkan generalisasi ilmiah mudah mengaku menjadi keliru, kebenaran matematika dan logika tampaknya semua orang perlu dan pasti. Kebenaran logika dan matematika proposisi analitik atau tautologi. Kepastian dari proposisi apriori tergantung pada kenyataan bahwa mereka tautologi. Sebuah proposisi yang tautologi jika analitik. Sebuah proposisi adalah analitik jika benar hanya dalam kebajikan makna simbol consistituent, dan karena itu tidak dapat dikonfirmasi atau dibantah baik oleh fakta pengalaman.(Ayer,1946,halaman72,7716,).
            Metode deduktif memberikan surat perintah untuk penegasan matematika
pengetahuan. Dasar-dasar untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika) menyediakan
mutlak pengetahuan tertentu, yang adalah kebenaran, karena itu sebagai berikut. Pertama-tama, dasar laporan digunakan dalam bukti yang dianggap benar. Aksioma matematika dianggap benar, untuk tujuan mengembangkan sistem yang sedang dipertimbangkan, definisi matematika adalah benar dengan fiat, dan aksioma logis diterima sebagai benar. Kedua, aturan logika ofinference melestarikan kebenaran, adalah mereka memungkinkan apa-apa selain kebenaran yang disimpulkan dari kebenaran. Berdasarkan kedua fakta, setiap pernyataan dalam bukti deduktif, termasuk kesimpulannya, adalah benar. Jadi, karena teorema matematika semua dibentuk dengan cara bukti deduktif, mereka semua kebenaran tertentu. Ini merupakan dasar dari klaim banyak filsuf bahwa kebenaran matematika adalah
kebenarantertentu.
            Pandangan absolutis pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis asumsi: orang matematika, tentang asumsi aksioma dan definisi, dan orang-orang logika tentang asumsi aksioma, aturan inferensi dan bahasa formal dan sintaks. Ini adalah lokal atau microassumptions. Ada juga kemungkinan asumsi makro-global atau, seperti aswhether cukup deduksi logis untuk membuat semua kebenaran matematika. Saya kemudian akan menyatakan bahwa masing-masing asumsi melemahkan klaim kepastian untuk pengetahuan matematika. Pandangan absolutis pengetahuan matematika mengalami masalah pada awal abad kedua puluh ketika sejumlah antinomi dan kontradiksi berasal dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963; Wilder, 1965). Dalam serangkaian publikasi Gottlob Frege (1879, 1893) yang didirikan oleh jauh formulasi paling ketat logika matematika yang dikenal pada waktu itu, sebagai dasar untuk pengetahuan matematika. Russell (1902), bagaimanapun, mampu menunjukkan bahwa sistem Frege tidak konsisten. Masalahnya terletak pada Hukum Kelima Dasar Frege, yang memungkinkan menetapkan yang akan dibuat dari perpanjangan konsep apapun, dan untuk konsep atau properti yang akan diterapkan untuk mengatur (Furth, 1964). Russell diproduksi terkenal paradoks nya dengan mendefinisikan properti dari 'tidak unsur itu sendiri. Hukum Frege memungkinkan perpanjangan properti ini dianggap sebagai satu set. Tapi kemudian set ini adalah elemen dari dirinya sendiri jika, dan hanya jika, tidak, kontradiksi. Hukum Frege tidak dapat dijatuhkan tanpa serius melemahkan sistem nya, namun itu tidak bisa dipertahankan.
            Kontradiksi lain juga muncul dalam teori set dan teori fungsi. Temuan tersebut, tentu saja, implikasi besar bagi pandangan absolutis pengetahuan matematika. Karena jika matematika yang pasti, dan semua teorema yang yakin, bagaimana bisa kontradiksi (yaitu, dusta) berada di antara teorema nya? Karena tidak ada kesalahan tentang penampilan kontradiksi-kontradiksi ini, pasti ada yang salah dalam dasar matematika. Hasil dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah sekolah dalam filsafat matematika yang bertujuan adalah untuk menjelaskan sifat pengetahuan dan matematika untuk membangun kembali kepastian.

2.4. Aliran matematika
Ada tiga aliran yang digunakan sebagai acuan berpikir, yaitu: logicism, formalisme dan Intuisionisme. Aliran pemikiran ini tidak sepenuhnya dikembangkan sampai abad kedua puluh, tapi Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat ditelusuri kembali setidaknya sejauh Leibniz dan Kant.
A.    Logisme
Logisme memandang bahwa Matematika sebagai bagian dari logika. Pernyataan ini dikemukakan oleh G. Leibniz. Dua pernyataan penting yang dikemukakan di dalam aliran ini, yaitu:
a.    Semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika
b.    Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata.
Tujuan dari tuntutan ini jelas. Jika semua matematika dapat diekspresikan dalam teorema logika murni dan dibuktikan dari prinsip-prinsip logika sendiri, kemudian kepastian dari ilmu matematika dapat dikurangi untuk dan dari logika itu. Logika disadari untuk menyediakan sebuah dasar yang pasti atas kebenaran, sebagian dari ambisi yang berlebihan mencoba untuk menyampaikan logika, seperti hukum Frege yang kelima. Dengan demikian jika membantu, program logika akan menyediakan dasar logika yang pasti untuk pengetahuan matematika, melahirkan kembali kepastian yang mutlak dalam matematika
Whitehead dan Russel (1910-13) mampu membangun yang pertama dari dua tuntutan melalui arti dari defenisi berantai. Bagaimanapun logika dibangun pada tuntutan yang kedua. Matematika meminta aksioma non logika seperti aksioma tidak terbatas (himpunan semua bilangan asli adalah tidak terbatas). Dan aksioma pilihan(hasil cartesian dari himpunan kosong adalah himpunan kosong itu sendiri). Russel mengekspresikannya pada dirinya sendiri sebagai pengikut.
            Tetapi walaupun semua dalil  logika (atau matematika) dapat diekspresikan seluruhnya dalam teorema dari logika konstanta bersama dengan variable, itu bukanlah masalah bahwa, sebaliknya, semua dalil itu dapat diekspresikan dalam cara logika ini. kita telah menemukan sejauh kepentingan tetapi bukan sebuah standar yang perlu dari dalil matematika. Kita perlu menentukan karakter dari ide kuno dalam teorema yang mana semua ide dalam matematika dapat ditentukan. Tetapi bukanlah dalil kuno dari semua dalil dalam matematika dapat dibuktikan secara deduktif. Ini adalah sebuah masalah yang lebih sulit, yang mana belum diketahui apa jawaban seutuhnya.
            Kita boleh mengambil aksioma dari jumlah tak berakhir sebagai sebuah contoh dari dalil yang, mengira itu dapat disebut dalam teorema logika. Tidak dapat dinyatakan oleh logika untuk menjadi benar.
            Dengan demikian, tidak semua teorema dalam matematika dan karenanya tidak semua kebenaran dalam matematika dapat diperolah dari aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa aksioma matematika tidaklah menghapuskan rasa dari logika itu. Teorema matematika tergantung pada sebuah himpunan anggapan matematika yang tidak dapat dibagi lagi.tentu saja, sejumlah aksioma matematika yang penting berdiri sendiri, dan juga mereka atau ingkaran mereka dapat diadopsi tanpa ketidakkonsistenan (Cohen, 1966). Dengan demikian tuntutan yang kedua ditolak.
Untuk mengatasi masalah ini, Russel mundur untuk sebuah versi pelemah dari logistic disebut “jika ketuhanan” yang mana tuntutan itu matematika murni menghadirkan pernyataan implikasi dari bentuk “A →  T”. Menurut pandangan ini, sebelumnya kebenaran matematika dibangun sebagai teorema dengan pembuktian logika. Masing – masing teorema ini (T) menjadi konsekwen dalam pernyataan implikasi. Konjungsi dari aksioma matematika (A) digunakan dalam bukti tergabung dalam pernyataan implikasi sebagai antiseden (dalam Carnap, 1931). Jadi, semua asumsi matematika (A) yang mana tergantung pada teorema sekarang digabungkan ke dalam bentuk teorema yang baru (AT), menghindarkan kebutuhan untuk aksioma matematika. 
            Banyak manipulasi untuk sebuah pengakuan bahwa matematika adalah sistem hipotesis deduktif, dimana konsekwensi dari himpunan asumsi aksioma di eksplorasi, tanpa menegaskan kebenaran yang diperlukan dalam matematika.
            Sayangnya, perangkat ini juga mengarah pada kegagalan, karena tidak semua kebenaran matematika, seperti aritmatika Peano konsisten dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi seperti pendapat Marchover (1983).
             Keberatan yang kedua, yang terlepas dari validitas dari dua tuntutan logicit, yang merupakan alasan utama untuk menolak formalisme. Ini adalah teorema ketidaklengkapan Godel, yang menetapkan bahwa pembuktian deduktif cukup untuk menunjukkan semua kebeanaran matematika. Oleh karena itu pengurangan kesuksesan dari aksioma matematika untuk logika masih tidak akan cukup untuk derivasi dari semua kebenaran matematika.       
            Keberatan yang ketiga yang mungkin menyangkut kepastian dan keandalan yang mendasari logika. Hal ini tergantung pada keterujian dan pendapat, asumsi yang dibenarkan.
            Dengan demikian program logika mengurangi kepastian pengetahuan matematika untuk itu logika gagal dalam prinsip. Logika tidak menyediakan dasar yang pasti untuk pengetahuan matematika.
B. Formalisme
     Dalam istilah populer, formalisme merupakan pandangan bahwa sebuah permainan formal yang tidak berarti yang dimainkan dengan tanda-tanda diatas kertas, mengikuti aturan-aturan.
            Jejak filsafat dari formalis matematika dapat ditemukan dalam tulisan – tulisan Uskup Berkeley, tetapi pendukung utama formalisme adalah David Hilbert (1925), awalnya J. Von Neumann (1931) dan H. Curry (1951). Program formalis Hilbert bertujuan untuk menerjemahkan matematika kedalam sistem tafsiran formal. Dengan arti yang terbatas tetapi bermakna sistem formal  metamatematika terbukti memadai untuk matematika, dengan menurunkan keformalan dari semua kebenaran matematika, dan aman untuk matematika melalui bukti yang konsisten.
 Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua tesis, yaitu
1.        Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sembarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2.        Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Kekuranglengkapan teorema Kurt Godel (Godel, 1931) menunjukkan bahwa program tidak bisa dipenuhi. Teorema yang pertama menunjukkan bahwa tidak semua kebenaran aritmatika dapat diturunkan dari aksioma Peano ( atau beberapa himpunan aksioma yang lebih rekursif luas).
Hasil pembuktian-teori ini sejak itu sudah dicontohkan dalam matematika oleh Paris dan Harrington, yang merupakan teorema versi Ramsey benar tetapi tidak dapat dibuktikan dalam aritmatika Peano (Barwise, 1977). Ketidaklengkapan teorema yang kedua menunjukkan bahwa dalam kasus konsistensi yang diinginkan membuktikan sebuah meta-matematika lebih kuat daripada sistem yang akan dijaga, yang mana jadinya tidak terjaga samasekali. Misalnya, untuk membuktikan konsistensi aritmatika Peano mengharuskan semua aksioma sistem itu dan selanjutnya asumsi, seperti sistem induksi transfinite atas nomor urutan hitung (Gentzen, 1936)
Program formalis, seandainya berhasil, akan memberikan dukungan untuk sebuah pandangan kebenaran absolut matematika. Untuk bukti formal berbasis dalam konsistensi sistem matematika formalakan memberikan ujian untuk kebenaran matematika. Namun, dapat dilihat bahwa dalam  kedua tuntutan formalisme telah disangkal. Tidak semua kebenaran matematika dapat dipresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal, dan selanjtunya sistem itu sendiri tidak dapat dijamin kebenarannya.
C.Intuisionisme

Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991). Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1) intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).

KECERDASAN MAJEMUK


1. Pengertian Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk)
Multiple Intelligence adalah teori kecerdasan majemuk yang dipaparkan Prof. Howard Gardner. Multiple intelligence atau kecerdasan majemuk pada dasarnya adalah sebuah konsep yang menunjukkan kepada kita bahwa potensi anak-anak kita, khususnya jika dikaitkan dengan kecerdasan,ternyata banyak sekali. Memahami multiple intelligence bukanlah untuk membuat anak-anak kita menjadi hebat. Namun,konsep tersebut, paling tidak dapat  membantu kita untuk memahami bahwa anak-anak kita itu menyimpan potensi yang luar biasa.
Pengertian dari kecerdasan menurut Howard Gardner adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan yang dapat ditumbuhkembangkan. Sedangkan multiple intelegence (kecerdasan majemuk) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tiap individu lebih dari satu macam. Menurut Howard Gardner setiap individu delapan jenis kecerdasan di dalam dirinya,yang disebut kecerdasan majemuk (multiple intelligence).
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru

2. Konsep Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk)
            Konsep multiple intelligence diperkenalkan oleh Prof. Howard Gardner, yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition and Education, Harvard Graduate School of Education dan juga profesor di bidang Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini memiliki esensi bahwa setiap orang adalah unik, setiap orang perlu menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
            Konsep multiple intelligence menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame or Mind : The Theory of Multiple Intelligences ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu. Delapan jenis kecerdasan ini,setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Dalam bukunya,Thomas Amstrong (2002) juga menyebutkan kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan tiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara,karena pada dasarnya setiap anak cerdas.

            Kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner ada delapan macam,yaitu :
1. Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
            Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif,baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap arti kata,suara,ritme,dan intonasi dari kata yang diucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan informasi.

2. Kecerdasan Logika Matematika (Logic Smart)
            Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka,urutan,logika,dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan,ia mampu melakukan proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang besar.

3. Kecerdasan Kinestetik/Fisik (Body Smart)
            Kecerdasan kinestetik/fisik adalah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara trampil untuk mengungkapkan ide,pemikiran,dan perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi kemampuan fisik dalam bidang koordinasi,keseimbangan,daya tahan,kekuatan, kelenturan,dan kecepatan.

4. Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
            Kecerdasan visual spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar. Spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna,garis,bentuk,ruang,ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut. Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai sudut pandang.

5. Kecerdasan Intrapersonal (Self  Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat menghargai nilai (aturan –aturan),etika (sopan santun),dan moral.

6. Kecerdasan Interpersonal ( People Smart)
            Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud,motivasi,dan perasaan orang lain. Peka pada ekspresi wajah,suara,dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain,mengerti dunia orang lain,mengerti pandangan,sikap orang lain,dan umumnya dapat memimpin kelompok.

7. Kecerdasan Musikal (Music Smart)
            Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi, dan timbredari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang. Telah diteliti ditemukan bahwa anak dari orang belanda, jepang, dan hongaria mempunyai prestasi tertinggi di dunia. Saat diteliti lebih mendalam ternyata ketiga Negara ini memasukkan unsure ini ke dalam kurikulum mereka. Selain itu musik juga dapat menciptakan suasana yang rileks namun waspada, dapat membangkitkan semangat, merangsang kreativitas, kepekaan dan kemampuan berfikir. Belajar dangan menggunakan musik yang tepat akan sangat membantu kita dalam meningkatkan daya ingat.
8 Kecerdasan Naturalis (Nature Smart)
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman,hewan, dan bagian lain dari alam semesta.

Dari penelitian para ahli psikologi,selain delapan macam kecerdasan yang telah dikemukakan di atas,masih ditemukan lagi dua kecerdasan yang dapat dimiliki oleh anak. Kecerdasan yang merupakan multiple intelligence yang ke sembilan dan ke sepuluh tersebut yaitu :

9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam jagat raya yang luas,jauh tak terhingga dan menghubungkannya dengan kehidupan selanjutnya (kematian). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan manusia dalam menjawab berbagai macam persoalan terdalam tentang eksistensi atau keberadaan manusia. Para ahli filsafat (Filosof) merupakan salah satu bukti kecerdasan ini, diantaranya adalah Plato, Sokrates, Immanuel Kant, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Mereka berpikir dan memikirkan tentang eksistensi manusia dan alam.

10. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang menyangkut kemampuan manusia mengenal Tuhannya, meyakini keberadaan dan keEsaan Tuhan, serta melakukan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarangNya. Dalam menjalani kehidupan ia tidak akan putus harapan, karena ada Tuhan tempat bergantung segala sesuatu, dalam keadaan bahagia, ada Tuhan tempat dia melantunkan puja dan puji syukur. Kecerdasan ini akan membentuk jiwa dan pribadi yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masayarakat dan negaranya.

3. Strategi Pengajaran Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk)
            Strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan anak mengembangkan kecerdasan majemuknya dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya. Strategi pengajaran yang dapat dilakukan antara lain :
A. Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
  • Mengajak anak berdialog dan berdiskusi
  • Membacakan cerita
  • Bermain peran
  • Memperdengarkan lagu atau dongeng anak-anak
  • Mengisi buku harian dan menulis surat pada teman


B. Kecerdasan Logika Matematika (Logic Smart)
  • Bermain puzzel atau ular tangga
  • Bermain dengan bentuk-bentuk geometri
  • Pengenalan bilangan melalui nyanyian,tepuk,dan sajak berirama
  • Eksperimen sederhana,misalnya mencampur warna
  • Mengenalkan cara menggunakan kalkulator dan komputer
C. Kecerdasan Kinestetik/Fisik (Body Smart)
  • Mengajak anak menari bersama
  • Bermain peran
  • Bermain drama
  • Berolahraga
  • Meniru gerakan orang lain
D. Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
  • Mengajak anak melukis,menggambar,atau mewarnai
  • Memberikan kesempatan anak untuk mencoret-coret
  • Membuat prakarya
  • Menggambarkan benda-benda yang disebut dalam sebuah lagu atau sajak
  • Bermain balok,lego,atau puzzel
E. Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
  • Bercakap-cakap tentang cita-cita
  • Mengisi buku harian atau jurnal sederhana
  • Bermain menghadap cermin dan menggambarkan atau menceritakan apa yang dilihatnya
  • Mengajak anak berimajinasi menjadi tokoh sebuah cerita dalam buku
  • Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
F. Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
  • Membuat peraturan bersama dalam keluarga melalui diskusi
  • Memberi kesempatan tanggung jawab di rumah
  • Melatih anak-anak menghargai perbedaan pendapat
  • Menumbuhkan sikap ramah dan peduli sesama
  • Melatih anak mengucapkan terima kasih,minta tolong,atau minta maaf
  • Melatih kesabaran menunggu giliran
G. Kecerdasan Musikal (Music Smart)
  • Mengajak anak bermain alat musik,baik alat musik sungguhan maupun alat musik buatan sendiri
  • Meminta anak untuk menciptakan sendiri irama
  • Diskografi,yaitu mencari lagu atau lirik potongan lagu yang berhubungan dengan topik tertentu
  • Meminta anak-anak untuk mengarang sebuah lagu sederhana baik mengganti syairnya saja maupun dengan melodinya
  • Menirukan berbagai nada,memperdengarkan musik instrumentalia,dan mengajak anak bernyanyi sendiri atau bersama-sama
H. Kecerdasan Naturalis (Nature Smart)
  • Karya wisata alam
  • Menceritakan apa yang dilihat ketika memandang keluar jendela
  • Memelihara hewan atau membawa hewan ke kelas dan anak-anak diminta untuk mengamatinya
  • Menanam pohon di halaman rumah dan mencatat perkembangannya
  • Membuat herbarium sederhana atau membuat kebun/taman sebagai proyek bersama
I. Kecerdasan Eksistensial
  • Mengintegrasikan kandungan agama dalam muatan materi
  • Mendampingi anak dalam menekuni berbagai profesi moral yang positif
  • Menceritakan tokoh-tokoh penemu islam dilanjutkan dengan diskusi ringan
J. Kecerdasan Spiritual
  • Diskusi tentang semua ciptaan Tuhan
  • Mengenalkan tata cara sholat yang benar

  • Menghafal surat-surat pendek