Translate

Jumat, 01 Mei 2015

Penalaran Matematika

Pondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.                                                                                                                             Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotles adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang benar.  
Aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut belajar bernalar. Beberapa contohnya adalah:
o  Untuk menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa yaitu 7 + 7 =14,maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15
o  Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki yaitu 7 + 3 = 10 dan 8 = 3 + 5, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 7 + 3 + 5 = 10 + 5 = 15
o  Untuk menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 5 x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 6 x 7 = 35 + 7 = 42
o  Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2 dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian, para siswa dapat dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234. Dengan demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234
o  Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut yang ketiga adalah 180o - ( 100o + 60o) = 20o. hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.
o  Jika (x – 1) (x + 10) = 0 maka x = 1 dan x = -10
Sejalan dengan contoh-contoh diatas, telah terjadi proses penarikan kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui siswa, seperti yang dikemukakan oleh (Shadiq, 2004) penalaran (jalan pikiran atau reasoning) merupakan “Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Sebagai contoh, dari persamaan kuadrat   yang diketahui, dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa x = 1 atau x = -10.  Dari pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut ketiga pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
      Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa,  perlu diketahui tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (1997) mengajukan tiga tingkatan kemampuan berpikir matematika, yaitu tingkatan reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, yaitu sebagai berikut:
Tingkatan I Reproduksi
  • Mengetahui fakta dasar
  • Menerapkan algoritma standar
  • Mengembangkan keterampilan teknis
Tingkatan II Koneksi
·         Mengintegrasikan informasi
·         Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika
·         Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah
·         Memecahkan masalah tidak rutin
Tingkatan III Analisis
·         Matematisasi situasi
·         Melakukan analisis
·         Melakukan interpretasi
·         Mengembangkan model dan strategi baru
·         Mengembangkan argumen matematika
·         Membuat generalisasi.
            Tingkatan kemampuan matematika di atas dapat digunakan selain untuk mengevaluasi penekanan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan, juga menyusun instrumen (soal tes) yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkatan kemampuan matematika siswa. Setelah kita dapat mengidentifikan tingkat kemampuan siswa, maka upaya-upaya meningkatkan kemampuan berpikir matematik dapat dilakukan dengan berpedoman pada komponen kemampuan pada tingkatan berikutnya.
Depdiknas(2002:6) menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran matematika dan penalaran matematika dipahami melalui belajar matematika “
            Pola pikir yang dikembangkan dengan penalaran matematika adalah melibatkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis serta kreatif, kemampuan dan keterampilan bernalar dibutuhkan para siswa ketika mempelajari matematika maupun dalam interaksi pada masyarakat langsung
Daya matematika siswa seyogyanya dapat diwujudkan dalam berbagai dimensi supaya mampu memunculkan berbagai metode matematika yang nantinya dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin dan dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan kehidupan dalam masyarakat yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi. Penalaran matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir matematika. Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman matematika dalam keterampilan berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan hubungan antar ide-ide, dan mendukung gambaran atau kesimpulan tentang ide-ide dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan masalah-masalah yang melibatkan ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist). Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (dan validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik (graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positip kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).                           Penalaran Matematika yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis  dan sistematis merupakan ranah kognitif matematik yang paling tinggi. Sumarno (2002) memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika, yaitu sebagai berikut:
  • Membuat analogi dan generalisi
  • Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
  • Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
  • Menyusun dan menguji konjektur
  • Memeriksa validitas argumen
  • Menyusun pembuktian langsung
  • Menyusun pembuktian tidak langsung
  • Memberikan contoh penyangkal
  • Mengikuti aturan enferensi
Di bawah ini akan diberikan contoh masalah dalam matematika yang menuntut kemampuan penalaran matematika.
  1.  Masalah-Masalah Penalaran Matematika
  1. Membuat Analogi
                Contoh : Tentukan nilai dari
                        A =
            Jawab:
            Suku ke-k dari deret itu adalah
            Sekarang perhatikan bahwa :
            Dengan demilian nilai A adalah :
            A =
               =
  1. Menyusun dan Menguji Konjektur
Proses Induktif :
            A = 1    dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
            A =11   dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
         A =111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
Konjektur :
A =                  dan    B =                        
AB + 1 =
  1. Menyusun dan Menguji Konjektur
Contoh :
            Misalkan A =              dan    B =
            Perlihatkan bahwa AB + 1 merupakan bilangan bentuk kuadrat
            Jawab :
            Proses Induktif :
                        A = 1    dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
                        A =11   dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
                     A =111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
            Konjektur :
            A =                  dan    B =                        
            AB + 1 =
            Bukti konjektur
            Perhatikan kasus A = 111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
                                    3342 = (333 + 1)2
                                             = [3(111) + 1]2
                                             = 111 [9(111) + 6] + 1
                                             = 111 . 1005 + 1
                                             = AB + 1
            Dengan proses mundur dengan mudah dapat ditunjukkan masalah itu.
            AB + 1 =  x  + 1
                        =
                        =
                        =
                        =
            Masalah : Susun suatu konjektur untuk menunjukkan bahwa bilangan
            merupakan bentuk kuadrat

  1. Memberi Penjelasan dengan Menggunakan Model
Contoh:
Panjang jalan tol Bogor – Jakarta 60 km. Pada pukul 12.00 mobil A berangkat daripintu tol Bogor menuju Jakarta dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Pada saat yang sama mobil B berangkat dari pintu tol Jakarta menuju Bogor dengan kecepatan rata -           rata 70 km/jam. Kedua mobil tersebut akan  berpapasan pada pukul . . . .
           



Jawab
            Model dari masalah di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
            Bogor                                      60 km                                                  Jakarta




V0=80 km/jam                                        P




                                                                                                V0=70 km/jam
 


                              x                                                         (60 – x) km

Misalkan di titik P mobil A dan mobil B berpapasan, maka
           
           
            Sehingga tA = 32/80 = 2/5 jam = 24 menit
Dengan demikian, mobil A dan mobil B berpapasan pada pukul 12.24        
  1. Menggunakan Pola untuk Menganalisis Situasi Matematik
Contoh:
            Ucok bermain menyusun batang-batang korek api seperti tampak pada gambar di   bawah ini. Apabila susunan batang korek api yang dibuat Ucok dilanjutkan, tentukan   banyak batang korek api yang diperlukan untuk membuat susunan ke-20.
 



           
 





  1. Memeriksa Validitas Argumen
Contoh 1: Periksa setiap langkah di bawah ini
                            Misalkan                              a = b
                            Kalikan dengan a                a2 = ab
                            Kurangkan dengan b2            a2b2 = ab – b2
                            Faktorkan                            (a + b)(a b) = b(a – b)
                            Bagi dengan a – b               a + b = b
                            Substitusi untuk a               2b = b
                            Bagi dengan b                     2 = 1
            Contoh 2: Periksa setiap langkah di bawah ini:
                       
                       
                       
                     
1        = -1
  1. Melakukan Pembuktian Secara Langsung
Contoh : Misalkan a bilangan ganjil. Tunjukkan bahwa a2 bilangan ganjil.
            Bukti:
                        a bilangan ganjil  a = 2k + 1 , k bilangan bulat
                                    a2 = (2k + 1)2 = 4k2 + 4k + 1 = 2(2k2 + k) + 1
                        Dengan demikian, a2 = 2p dengan p = 2k2 + k
                        Ini artinya, a2 merupakan bilangan ganjil.
                        Masalah : Perhatikan persegi di bawah ini:

                            S
          P                                R
                          Q
 




1        cm


                                                                                                            1 cm   
                                                   1 cm             3 cm
                       
Tunjukkan bahwa segiempat PQRS merupakan persegi, kemudian tentukan luas  daerahnya.

  1. Melakukan Pembuktian Tidak Langsung
Contoh : Buktikan bahwa  merupakan bilangan rasional
            Bukti
                        Andaikan  meruapakan bilangan raisonal, maka  dapat dituliskan                             dengan , a dan b bilangan bulat yang tidak memiliki faktor                                      persekutuan.
                        Dengan demikian,       bilangan genap a bilangan                     genap .            Misalkan a = 2p dengan p bilangan bulat. Maka
                        a2 = (2p)2 = 4p2 4p2 = 2b2  b2 = 2p2  b bilangan genap
                        Dengan demikian, a dan b merupakan bilangan genap. Ini menunjukkan                             bahwa a dan b memiliki faktor persekutuan 2. Hal ini kontradiksi dengan     
                        asumsi awal. Jadi,  bukan bilangan rasional.

C.    Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif

Penalaran dalam matematika terbagi dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.  Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif.    Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus.             Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.                                           
1.      Penalaran induktif
 Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum (generalisasi). Menurut Slamin “ada tiga tahapan dalam penalaran induktif  yaitu pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi”.
Contoh penalaran induktif
o  Perhatikan kedudukan himpunan titik-titik yang berderet
 




                 Tentukan himpunan titik-titik berikutnya sesuai dengan pola diatas
                 Berdasarkan tahapan penalaran induktif
-       Pengenalan pola
            Dari soal tersebut siswa berusaha mengenali pola-pola yang ada untuk pola pertama hanya ada satu bulatan, pada pola kedua terjadi perubahan dimana pola pertama dikelilingi empat bulatan yang dihubungkan oleh garis sehingga berbentuk persegi, begitu pula seterusnya
-       Dugaan
            Setelah siswa mengenal pola, siswa akan menduga-duga jawaban dari pola-pola yang ada
-       Pembentukan generalisasi
Siswa akan membuat kesimpulan terhadap pola kelima berdasarkan empat pola sebelumnya, penambahan persegi yang memiliki bulatan disetiap sudut persegi, pada pola kedua memiliki satu persegi dan pola pertama berada ditengah, pada pola ketiga perseginya menjadi dua dimana persegi yang baru memiliki ukuran yang sebelumnya, pada pola keempat memiliki tiga persegi, sehingga generalisasi dari pola kelima adalah
 





o  Sekumpulan bilangan yang disusun secara terurut sehingga terdapat suku pertama, kedua, ketiga dan seterusnya
Tentukan dua bilangan berikutnya:



Jawabannya: 13 dan 16
o  Tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah 180o. Jika penyelesaiaannya secara penalaran induktif,  maka caranya sebagai berikut
     Siswa diminta untuk:
-       membuat model segitiga sembarang dari kertas,
-       menggunting sudut-sudut segitiga tersebut,
-       menghimpitkan potongan sudut-sudut yang telah dipotong
 





            Dari setiap siswa yang melakukan dengan benar kegiatan tersebut akan mendapatkan hasil yang sama yaitu ketiga sudut segitiga tersebut jika dihimpitkan akan membentuk satu garis lurus yang menurut pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya bahwa besarnya 1800. Kasus tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Jumlah besar sudut segitiga ke-1 = 1800
Jumlah besar sudut segitiga ke-2 = 1800

Jumlah besar sudut segitiga ke-3 = 1800

Jumlah besar sudut segitiga ke-n = 1800

Jadi, jumlah besar sudut setiap segitiga adalah 1800
 








                        Pernyataan bahwa jumlah besar sudut setiap segitiga adalah 180o tersebut terkategorikan bernilai benar, karena tidak ada satupun segitiga yang jumlah besar sudut-sudutnya bukan 180o.
2.      Penalaran deduktif
Penalaran deduktif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal yang umum (generalisasi) ke hal-hal yang khusus. Penalaran deduktif berperan besar dalam matematika, kebenaran suatu pernyataan harus didasarkan pada kebenaran penyataan sebelumnya, diperlukan pernyataan paling awal yang sudah disepakati kebenarannya yang disebut aksioma atau postulat, diperlukan juga pengertian yang tidak bisa didefinisikan lagi yang disebut pengertian pangkal
Contoh penalaran deduktif
Pernyataan generalisasi:
 



Pernyataan khusus:                           
 



Kesimpulan:
                                                      

A
n
Cara lain untuk membuktikan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga secara deduktif yakni dengan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga, yaitu: “Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam bersebrangan adalah sama,”, seperti yang ditunjukkan gambar berikut:
1
2
2
1
m
k
B



Pada gambar di atas A1 = B2 dan ∠A2 = B1 karena garis m dan n merupakan dua garis sejajar dan dipotong garis ketiga, sehingga sudut-sudut dalam berseberangan akan sama besar, yaitu A1 = B2 dan A2 = B1. Perhatikan ABC di bawah ini, dimana melalui titik C telah dibuat garis m yang sejajar dengan garis n, sehingga sudut-sudut dalam berseberangan akan sama besar, yaitu A1 = C1 dan B3 = C3
q

p
C
Dengan demikian berdasarkan gambar di samping,
m
3
2
1
A1 = C1
B3 = C3
C2 = C2
n
A
B
3
1
A1+B3+C2 = C1+C3+C2
Karena C1+C3+C2 = 1800, maka:
A1+B3+C2 = A+B+C = 1800
Contoh di atas menunjukkan bahwa pada penalaran deduktif, suatu rumus, teorema, atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800, telah dibuktikan dengan menggunakan teori atau rumus sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Sedangkan teori maupun rumus matematika yang digunakan sebagai dasar pembuktian tersebut telah dibuktikan berdasarkan teori maupun rumus matematika sebelumnya lagi. Begitu seterusnya. Disamping itu, pembuktian tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o telah melibatkan atau menggunakan definisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, seperti pengertian sudut lurus besarnya 180o. prosesnya dapat digambarkan dengan diagram berikut:
Jumlah besar sudut suatu segitiga adalah 180o
Pengertian pangkal

Pengertian atau definisi lainnya

Pengertian atau definisi
Sudut lurus besarnya 180o
Pengertian lain
Aksioma
Jika dua garis sejajar dipotong garis lain maka sudut-sudut dalam bersebrangan sama besar
Dalil atau teorema lainnya
Dalil atau teorema lainnya lagi
 












Beberapa cara pembuktian deduktif dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Pembuktian langsung
a.       Aturan dasar (p  q) ^ q  q disebut modus ponendo ponens merupakan tautology atau ditulis
Hipotesis (1) p  q
Hipotesis (2) p
Kesimpulan q
Misalnnya, telah diketahui bahwa segitiga sama kaki, maka kedua sudut alasnya kongruen. Bila diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat disimpulkan bahwa kedua sudut alasnya kongruen.
Penjelasan logikannya sebagai berikut.
Suatu teorema menyatakan “Jika suatu segitiga itu sama kaki (p) maka kedua sudut alasnya kongruen (q).
Simbol logikanya
Hipotesis (1) p  q     sebagai teorema
Hipotesis (2) p             sebagai diketahui
Kesimpulan q yang menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki kongruen.
b.      Implikasi transitif (p  q) ^  (p  r) merupakan tautology atau ditulis:
Hipotesis (1) p  q          
Hipotesis (2) q  r           
Misalnya dibuktikan bahwa di dalam himpunan bilangan cacah, kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
Simbol logikannya: untuk x   , ( x2 ganjil). Proses pembuktiannya adalah sebagai berikut:
Hipotesis (1): x ganjil  ada n bilangan cacah sehingga
x = 2n + 1
Hipotesis (2) x = 2n +1    x2 = (2n+1)2
                                                = 2(2n2+ 2n) + 1    adalah ganjil
Kesimpulan: x ganjil  x2 ganjil
2.      Pembuktian tidak langsung
a.       Ada kalanya kita sulit membuktikan p  q secara langsung. Dalam keadaan demikian kita dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu membutikan kontra positifnya, yaitu membuktikan kebenaran –q  -p sebab kedua pernyataan tersebut ekuivalen atau (p q)  (-q -p) merupakan tautology
Misalnya, harus membuktikan proposisi berikut. Jika hasil kali dua bilangan asla a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil (q) yang disimbolkan p q
Untuk membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan kontra positifnya yang berbunyi “Jika bilangan asli a dan b kedua-duannya tidak ganjil (-q) maka a.b tidak ganjil (-p) yang disimbolkan (-q -p).
Andaikata salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang berarti genap), n bilangan asli.
a = 2n  a.b = (2n)b
                     = 2(nb) genap (tidak ganjil)
Pembuktian dengan kontra postitif ini juga dapat diubah menjadi (p q) ^ -q -p merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens.
b.      Bila kita ingin membuktikan proposisi p, maka kita pandang negasinya p ialah -p. kita harus membuktikan, dengan –p terjadi kontradiksi, misalnya q ^ -q salah maka pemisalan –p menjadi salah. Dengan demikian –(-p) menjadi benar atau karena –(-p)  p maka p benar.
Dengan perkataan lain, kita tunjukkan bahwa –(-q^-p)  -(-q) suatu tautologi.
Kekurangan penalaran induktif
Contoh kasus: Buktikan bahwa (n-1) n (n3+1) habis dibagi oleh 6 untuk semua bilangan asli          n > 1
1.      Pembuktian secara induktif
Untuk membuktikan soal di atas secara induktif sebagai berikut:
Untuk n = 2, maka (n-1) n (n3+1) = 1 x 2 x 9 = 18 habis dibagi 6
Untuk n = 3, maka (n-1) n (n3+1) = 2 x 3 x 28 = 168 habis dibagi 6
Untuk n = 4, maka (n-1) n (n3+1) = 3 x 4 x 65 = 780 habis dibagi 6
Dengan contoh-contoh lain, dapat disimpulkan bahwa (n - 1) n (n3 + 1) habis dibagi 6. Akan tetapi bagaimana jika n = 10.000.000.003 maupun 10.000.222.222.000.000, tentunya cara seperti diatas akan menyulitkan penghitungan dan tiga sampai seribu contoh tidak cukup untuk menggeneralisasikan bahwa bentuk (n-1) n (n3+1) akan habis dibagi 6 untuk n > 1. Dalam matematika, jika tidak mampu menunjukkan kesalahan rumus tersebut melalui suatu contoh sangkalan, maka hasil tersebut disebut dugaan, belum dikategorikan sebagai teorema. Pada intinya, pembuktian dengan penalaran induktif seperti di atas belum dapat diyakini bahwa pernyataan tersebut akan benar untuk n > 1.
  1. Pembuktian secara deduktif
Bentuk (n - 1) n (n3 + 1) adalah sama dengan (n - 1) n (n + 1) (n2 - n + 1), karena (n3 + 1) sama dengan (n + 1) (n2 - n + 1). Bentuk (n – 1); (n + 1); maupun (n2 – n + 1) merupakan bilangan asli, sehingga bentuk (n - 1) n (n3 + 1) = (n – 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 6 jika dapat dibuktikan bahwa (n - 1) n (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) habis diibagi 2 dan sekaligus juga habis dibagi 3. Bentuk (n – 1) (n) (n+1) merupakan tiga bilangan asli berurutan, seperti 3 x 4 x 5 ataupun 4 x 5 x 6, sehingga minimal akan didapat salah satu diantara bilangan tersebut merupakan bilangan genap (habis dibagi 2), secara deduktif dapat dinyatakan bahwa aka nada dua kemungkinan nilai n, yaitu:
o  n bernilai genap, sehingga bentuk (n – 1) (n) (n + 1) akan bernilai genap atau akan habis dibagi 2
o  n bernilai ganjil yang akan mengakibatkan (n -1) serta (n + 1) bernilai genap sehingga bentuk (n – 1) (n) (n + 1) akan bernilai genap juga.
Dengan demikian, bahwa bentuk (n - 1) n (n + 1) maupun (n - 1) n (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 2 untuk setiap nilai n > 1 dan n  A. Di samping itu, akan ada tiga kemungkinan tentang sisa suatu bilangan asli n jika dibagi 3, yaitu:
o  n habis dibagi 3 atau n akan bersisa 0 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan bentuk (n - 1) (n) (n + 1) juga akan habis dibagi 3
o  n akan bersisa 1 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan bentuk (n - 1) akan habis dibagi 3. Sebagai contoh, jika n bernilai 4, 7, 10, 13, 16, … yang akan bersisa 1 jika dibagi 3, namun nilai pada bentuk (n - 1)nya yaitu 3, 6, 9, 12, 15, … akan habis dibagi 3, yang pada akhirnya akan mengakibatkan bentuk (n - 1) (n) (n + 1) habis dibagi 3 juga
o  n akan bersisa 2 jika dibagi 3, yang akan mengakibatkan bentuk (n + 1) habis dibagi 3, sebagai contoh jika n bernilai 5, 8, 11, 14, 17, … yang akan bersisa 2 jika dibagi 3, namun nilai pada bentuk (n + 1)-nya yaitu 6, 9, 12, 15, 18, … akan habis dibagi 3 yang pada akhirnya akan mengakibatkan bentuk (n - 1) (n) (n + 1) habis dibagi 3 juga. Dengan demikian terbukti bahwa (n - 1) (n) (n + 1) maupun (n - 1) (n) (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 3 untuk setiap n > 1 dan n  A. Karena (n - 1) (n) (n + 1) maupun (n - 1) (n) (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) terbukti merupakan bilangan genap (habis dibagi 2) dan juga habis dibagi 3, maka dapat disimpulkan bahwa (n - 1) (n) (n3 + 1) = (n - 1) (n) (n + 1) (n2 – n + 1) akan habis dibagi 6.

D.     Rubrik dan soal penalaran matematika .

MENGERTI
Bukti menunjukkan siswa pada dasarnya memiliki konsep atau ide yang ditargetkan.
BELUM MENGERTI
Siswa menunjukkan kesalahan besar, konsep atau prosedur yang salah atau kegagalan menangani tugas.
4
Bagus:
Pencapaian Penuh
3
Pandai:
Pencapaian Pokok
2
Kecil:
Pencapaian Sebagian
1
Tak Memuaskan:
Pencapaian sedikit
Siswa menunjukkan penalaran yang lengkap untuk mendukung aturan tertentu untuk kedua situasi.
Siswa menunjukkan penalaran yang memadai untuk mendukung setidaknya satu aturan atau siswa mampu
gives complete reasoning to support specific rules for both situationsmemberikan penalaran yang lengkap untuk mendukung peraturan tertentu untuk kedua situasi.

Siswa menunjukkan penalaran tentang aturan-aturan melalui kata-kata atau instrumen tetapi the reasoning is weak - tests an inadequate variety of situations and draws concalasan  lemah - tes yang tidak memadai berbagai situasi dan student has only one or two specific rules and does not address both situations.siswa hanya memiliki satu atau dua aturan khusus dan tidak menunjukkan kedua situasi.

Siswa menunjukkan penalaran tentang aturan-aturan melalui kata-kata atau instrumen tetapi the reasoning is faulty - it employs incorrect logic or nonsensical statements in thalasannya  rusak - itu menggunakan logika yang salah atau pernyataan tidak masuk akal dalam
context of the problem or student only reasons through one specific rule. konteks masalah atau alasan hanya siswa melalui salah satu aturan tertentu.

Contoh Butir Soal dan Penerapan Indikator Penalaran
Soal 1
Perhatikan lukisan dan bingkai gambar dibawah ini! Jika panjang lukisan 80 cm, panjang bingkai 100 cm dan lebar lukisan 60 cm,

Sumber : http://yatz.blogdrive.com/archive/713.

No.
Konsep
Indikator Bernalar
Pertanyaan
1
Segi tiga sebangun
Analogi
a.       Dengan melihat gambar di atas, informasi apakah yang kamu dapatkan?
b.      Dengan melihat gambar di atas, apakah menurut kamu lebar bingkai dapat dicari?
c.       Bagaimana kamu mengaitkan antara panjang lukisan dan panjang bingkai? Berikan alasanmu!
2

Generalisasi
d.      Setelah kamu menemukan kaitan antara panjang lukisan dan panjang bingkai, tentukanlah lebar bingkai !
e.       Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi oleh panjang lukisan dan panjang bngkai sehingga lebar bingkai didapatkan? Kemukakan alasanmu!
3

Kondisional
f.       Dapatkah kamu menyebutkan contoh-contoh lain yang seperti panjang lukisan dan panjang bingkai
4

Silogisme
g.      Apa yang dapat kamu simpulkan

Soal 2
No.
Konsep
Indikator Bernalar
Pertanyaan
1
Segi tiga sebangun
Analogi
a.       Dengan melihat gambar di atas, informasi apakah yang kamu dapatkan?
b.      Dengan melihat gambar di atas, apakah menurut kamu tinggi piramida dapat dicari?
c.       Bagaimana kamu mengaitkan antara bayangan piramida dan bayangan pekerjanya? Berikan alasanmu!
2

Generalisasi
d.      Setelah kamu menemukan kaitan antara bayangan piramida dan bayangan pekerjanya, tentukanlah tinggi piramida!
e.       Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi oleh bayangan piramida dan bayangan orang sehingga tinggi piramida didapatkan? Kemukakan alasanmu!
3

Kondisional
f.       Dapatkah kamu menyebutkan contoh-contoh lain yang seperti bayangan piramida dan bayangan pekerjanya
4

Silogisme
g.      Apa yang dapat kamu simpulkan




1 komentar: